Konflik dalam Hubungan: Mitos Negatif yang Justru Bisa Memperkuat Ikatan
Mengapa Kita Salah Kaprah tentang Konflik dalam Hubungan?
Selama puluhan tahun, konflik selalu digambarkan sebagai momok dalam hubungan - baik secara interpersonal maupun sosial. Seperti hantu yang mengintai, banyak orang berusaha mati-matian menghindarinya. Dalam budaya Jawa khususnya, seperti yang tercatat dalam karya Niels Mulder "Pribadi dan Masyarakat Jawa", konflik terbuka dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari dengan segala cara.
Tapi benarkah konflik selalu buruk?
Faktanya, penelitian terbaru dari Harvard University menunjukkan bahwa:
78% hubungan yang sehat justru mengalami konflik produktif secara teratur
Pasangan yang menghindari konflik memiliki risiko 3x lebih besar untuk putus hubungan
Konflik yang dikelola baik meningkatkan kepercayaan hingga 65%
Mengapa kita takut pada konflik?
Trauma akan konsekuensi negatif
Pengaruh budaya yang menganggap konflik sebagai aib
Ketidakmampuan mengelola emosi saat berkonflik
Contoh buruk dari lingkungan sekitar
Artikel ini akan membongkar:
✓ Asal-usul stigma negatif tentang konflik
✓ Perbedaan mendasar antara konflik destruktif dan konstruktif
✓ Rahasia mengubah konflik menjadi kekuatan hubungan
✓ Adaptasi nilai budaya timur dalam menyikapi konflik modern
"Konflik bukan musuh yang harus dihindari, tapi guru yang perlu dipahami." Temukan cara menjinakkan 'hantu' bernama konflik ini menjadi kekuatan dalam hubungan Anda.
Bagaimanapun konflik itu tidak dapat dihindari dalam kehidupan kita, karena pada kenyataannya kita tidak bisa lepas dari suatu keterjealinan dengan orang lain dalam berbagai bentuk hubungan, dari hubungan yang berjarak jauh seperti hubungan pedagang dan pembeli di pasar atau dalam hubungan yang punya jarak sangat dekat seperti suami dengan istri, orang tua dengan anak dan seterusnya. Nah, dalam hubungan hibungan itulah konflik bisa dipastikan muncul.Dalam konteks rumah tangga konflik memang tidak bisa dihindari. Walaupun ada orang yang mengatakan bahwa konflik dalam rumah tangga itu bersifat negative, kurang baik, tapi bagaimanapun rasanya mustahil suami istri dalam rumah tangga bisa sterile dari konflik. Artinya, konflik telah menajdi bagian dari adanya sebuah keluarga.
Bisa jadi pertanyaan muncul, tapi kita ini kan orang Kristen, yang memiliki prinsip kasih, yang di dalamnya terkandung beberapa pengertian seperti penjelasan rasul Paulus di dalam I Korintus 13:4-7? Penjabarannya demikian, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”
Kalau kasih itu bisa diterapkan mungkinkah sebuah konflik itu terjadi? Artinya ada perkiraan bahwa, ah, konflik itu hanya menjadi milik orang dunia yang tidak mengenal Tuhan Yesus Kristus dan yang tidak hidup di dalam firman-Nya. Kemudian menganggap kita yang sudah mengalami pertobatan secara otomatis akan selalu hidup seia sekata dengan pasangan kita, atau dengan kata lain bebas konflik? Saya hanya katakan, itu hanyalah mimpi saja. Karena konflik itu muncul di dalam keluarga tanpa pandang bulu, apakah sudah benar-benar di dalam Tuhan atau yang belum.
Alkitab sendiri dari Kejadian sampai kitab Wahyu banyak mencatat tentang peristiwa konflik ini. Kehidupan tokoh-tokoh Alkitab seperti tokoh besar PL yaitu Abraham dan Sara, di dalam keluarga Ishak, dan raja Daud pun juga tidak bisa lepas dari konflik.
Dengan jujur juga dr. Lukas yang memberi gambaran betapa hebatnya persekutuan Kristen mula-mula, tapi juga dia jujur dengan mencatat bagaimana rasul Paulus terlibat konflik dengan Barnabas dengan menjelaskan demikian, “Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah..” (Kis 9:46).
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.