Menang vs. Bahagia: Mengapa 'Benar Sendiri' Justru Merusak Hubungan Pernikahan?
Pernahkah Anda merasa bahwa Andalah satu-satunya yang benar dalam konflik dengan pasangan?
Ketika terjadi pertengkaran, kita sering terjebak dalam pikiran: "Kalau pasangan saya mengalah, berarti sayalah pemenangnya." Tanpa disadari, prinsip 'menang-kalah' ini justru meracuni pernikahan. Alih-alih menyelesaikan masalah, kita malah terperangkap dalam lingkaran pertahanan diri yang menyakitkan—di mana tidak ada pihak yang benar-benar bahagia.
Padahal, konflik seharusnya bukan tentang siapa yang menang, tapi bagaimana kedua belah pihak merasa didengar dan dipahami. Jika suami dan istri terus bersikukuh pada ego masing-masing:
Hubungan akan dipenuhi dendam dan kekecewaan
Masalah kecil bisa meledak jadi pertengkaran besar
Kedua pihak akan terjebak dalam kesakitan emosional
Lalu, bagaimana cara keluar dari mentalitas 'benar sendiri' dan membangun komunikasi yang lebih sehat? Artikel ini akan membongkar:
Bahaya ego dalam hubungan pernikahan
Mengapa 'kemenangan' semu justru merugikan?
Strategi berkonflik tanpa melukai pasangan
Mari belajar menyelesaikan konflik dengan cara yang memperkuat cinta, bukan merusaknya!
Si Mustang rupanya masih memiliki naluri liarnya sehingga ia sering mengambil jalan sendiri, sementara si Rain kuda betina juga punya tujuan sendiri. Akibatnya seringkali mereka berdua saling tarik menarik yang tentu saja membuat ikatan di leher mereka saling tercekik. Sampai ahirnya sang betika memberi pelajaran dengan berusaha untuk menjatuhkan sang Mustang dan itu berhasil.
Pelajaran menarik dari film tersebut jika diambil hikmatnya untuk diterapkan di dalam keluarga kita ketika memiliki persoalan adalah ketika kita sedang dilanda konflik yang tidak berujung, maka pertanyaan bagi kita adalah pernahkah kita berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pasangan kita? Atau sebaliknya, ketika kita diperhadapkan dengan konflik, kita berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan pendapat kita, mempertahankan apa yang kita anggap paling benar, maka bisakah persoalan itu akan menemukan titik temunya?
Sikap bertahan di dalam memegang sebuah prinsip yang belum tentu benar di dalam pernikahan sering disebabkan oleh karena kita kurang di dalam menghargai pendapat pasangan kita. Ada sebagian orang jika mengendorkan urat saraf sedikit saja seperti dunia mau kiamat. Karena menurutnya jikalau sudah lemah di dalam mempertahankan pendapat, maka dirinya sebenarnya sudah takluk kepada pasangan.
Kalau sikap seperti itu tumbuh, maka saya bisa bayangkan bahwa rumah tangga seperti itu ibaratnya seperti sebuah arena perang yang bila sekali waktu muncul sedikit masalah maka konflik menjadi ciri akhirnya. Dan bisa jadi dalam setiap persoalan masing-masing sudah memiliki senjata, dari senjata biasa sampai senjata pamungkas dikeluarkan untuk “melumpuhkan” sang pasangan yang dianggap lawan.
Banyak pasangan juga ketika di dalam menyelesaikan persoalan menggunakan ilmu anak-anak. Bagaimana ilmu anak-anak itu? Saya punya cerita yang sampai hari ini tidak pernah hilang dari ingatan saya. Sewaktu saya masih duduk di bangku Sekolah dasar saya biasanya pulang bersama teman-teman bergerombol berjalan kaki sekitar 1 km.
Nah setiap kami pulang sekolah dengan jalan kaki itu hampir setiap hari kalau hendak berpisah satu dengan yang lain selalu saling ejek dan bahkan berakhir dengan ejekan-ejekan yang menyakitkan, seperti menyebutkan nama orang tua dengan sebutan yang sifatnya mengejek, yang waktu itu bisa memanaskan telinga kami.
Anehnya, pertengkaran dan saling ejek itu semakin hari semakin panjang urut-urutannya karena di dalam saling ejek itu selalu menyebutkan ejekan-ejekan sebelumnya sehingga menjadi sebuah daftar ejekan yang sangat panjang. Jikalau setiap konflik datang masing-masing pihak di dalam keluarga dalam hal ini suami dan istri selalu membawa amunisi yang merupakan tumpukan dari amunisi-amunisi sebelumnya, maka bisa dipastikan konflik itu tidak aka nada akhirnya. Dan bila seperti itu, maka bukan kebahagiaan yang bisa didapat, tetapi celaka yang kita terima. Nur Wadik
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.