Krisis Kepuasan Intim dalam Pernikahan: Dampak & Solusi Menurut Pakar Hubungan
Ketika Ranjang Pernikahan Berubah Medan Perang: Mengurai Krisis Kepuasan Intim
Dalam keheningan malam, banyak pasangan menikah menghadapi kenyataan pahit - salah satu pihak merasa tidak terpenuhi kebutuhan intimnya. Masalah ini, meskipun jarang dibicarakan terbuka, ternyata menjadi ancaman serius bagi keutuhan keluarga. Data mengejutkan dari American Association of Marriage and Family Therapy mengungkap:
65% pasangan mengalami ketidakseimbangan kepuasan intim
80% kasus perselingkuhan berakar dari ketidakpuasan di ranjang
Hanya 12% pasangan yang berani berkonsultasi tentang hal ini
Mengapa wanita lebih sering terdampak?
Seperti
diungkap Ancelle dalam "The Mystery of the Couple" melalui puisi
"Tension"-nya yang dikutip oleh almarhumah Ingrid Trobisch (pakar
pernikahan Kristen) dalam "Mengerti Istri Anda", ketidakpuasan ini
sering:
Berawal dari komunikasi yang terhambat
Diperparah oleh ekspektasi budaya yang tidak realistis
Diabaikan karena dianggap tabu untuk dibicarakan
Berujung pada krisis identitas dan penolakan diri
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi:
✓ Akar masalah ketidakpuasan intim dari perspektif psikologis dan teologis
✓ Analisis mendalam kutipan-kutipan penting dari para pakar
✓ 5 Langkah praktis membangun komunikasi sehat tentang kebutuhan intim
✓ Kisah nyata pasangan yang berhasil melewati krisis ini
✓ Doa dan prinsip alkitabiah untuk pemulihan hubungan
"Pernikahan yang intim bukan tentang kesempurnaan teknik, tetapi kejujuran komunikasi." Temukan jalan keluar yang penuh hikmat melalui panduan lengkap ini.
Salah satu persoalan yang bisa mengancam keutuhan keluarga datang dari persoalan s*ks ini. Lebih specifik lagi adalah ketika dalam aktifitas hubungan ranjang tidak didapatkan kepuasan oleh salah satu dari pasangan.“........tubuh ini........tersiksa.
Dalam bara api perset*buhan kami yang sedang menyala-nyala, begitu jarangnya tiba di tujuan – begitu jarangnya bergetar!
Sekalipun aku menginginkannya dengan segenap hatiku, merindukannya dengan seluruh kehendakku, namun tak ada suatu pun yang terjadi.
Bagaikan sebuah motor yang tak mau hidup – ataupun jika hidup, ia hanya beputar-putar untuk waktu yang cukup lama, tapi tanpa suatu tujuan yang jelas.
Aku membenci diriku. Aku mulai takut terhadap saat-saat semacam ini, saat yang tak dapat menolong kami untuk saling bertemu secara sungguh-sungguh dan berarti.
Tampaknya John dipuaskan. Apakah benar demikian? Aku menyembunyikan daripadanya ketidakpuasan yang ia sendiri tidak tahu bagaimana memberi kepuasan.
Kesukaan – apakah itu hanya berarti bagi seorang suami?
Tapia pa gunanya kesukaan yang tidak dibagikan?
Ketegangan memuncak dalam diriku. Sampai kapankah?
Aku tidak tahu.”
Lebih parah lagi adalah ketika masalah seks ini menjadi sesuatu yang sulit untuk diungkapkan karena bisa jadi adanya pandangan, masalah tersebut adalah masalah yang dianggap bukan prinsip atau malu untuk dingkat ke permukaan, maka tentu saja masalah ini akan menjadi masalah yang menggantung di dalam keluarga. Yah, mau apa lagi, mungkin kenikmatan itu hanya bagi mereka yang dianugerahi Tuhan untuk menikmatinya. Sedangkan saya, yah memang seperti ini. Mau apa lagi.”
Menurut Tim Lahaye; Beverly LaHaye dalam bukunya Kehidupan dalam Pernikahan menyebutkan bahwa sudah bukan jamannya lagi kita bersikap seperti itu. Demikian juga suami-suami jaman ini jangan sampai seperti suami-suami orang Jerman dalam era kegelapan yang melihat istrinya frustasi dengan menyebutkan “Wanita-wanita yang baik seharusnya tidak mencapai klimaks.”
Artinya, bila suami istri sedang menghadapi persoalan dalam berhubungan se*ks ini maka yang dilakukan adalah berbicara, berkomunikasi satu dengan lainnya. Tujuannya adalah supaya dicari pemecahan persoalan yang sedang dihadapinya itu. Jadi jangan dibiarkan persoalan masalah seks itu hanya dibiarkan berlangsung terus-menerus di dalam keluarga.
Kepuasan itu juga akan memberinya kesukaan yang berakibat kepada orang lain. Dan lebih dari itu juga ingatlah akan pesan firman Tuhan dalam Filipi 2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.