Kesakralan Pernikahan dan Pelajaran Rohani dari Yusuf: Menolak Perselingkuhan seperti Istri Potifar

Daftar Isi

Pernikahan adalah ikatan suci yang seharusnya dijaga dengan penuh tanggung jawab. Namun, di era modern seperti sekarang, godaan perselingkuhan dan ketidak setiaan semakin mengancam keutuhan rumah tangga. Kisah Yusuf dan istri Potifar dalam Alkitab memberikan pelajaran berharga tentang kesakralan pernikahan, bahaya perselingkuhan, dan pentingnya integritas di hadapan Tuhan.

Banyak orang menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang sakral, termasuk Yusuf. Ketika ia dirayu oleh istri Potifar, Yusuf menolak dengan tegas karena ia memahami bahwa melayani keinginan wanita itu sama saja menodai pernikahan Potifar dan istrinya. Pernyataan Yusuf, “…engkau istrinya” (Kejadian 39:9), menunjukkan bahwa hanya Potifar—sebagai suami—yang berhak atas istrinya. Ini adalah prinsip yang sangat relevan di tengah maraknya kasus perselingkuhan saat ini.

Lebih dari sekadar masalah moral, Yusuf melihat perselingkuhan sebagai dosa di hadapan Tuhan. Pandangannya ini menjadi cermin bagi kita di zaman sekarang, di mana perselingkuhan seolah menjadi hal yang biasa. Padahal, tindakan tersebut tidak hanya merusak kepercayaan pasangan, tetapi juga melanggar kesucian pernikahan yang telah Tuhan tetapkan.

Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam:

  • Mengapa pernikahan harus dianggap sakral?

  • Apa yang bisa kita pelajari dari keteguhan Yusuf?

  • Bagaimana menghadapi godaan perselingkuhan di era modern?

Simak pembahasan lengkapnya untuk memahami nilai kesetiaan dalam pernikahan dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

"dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kejadian 39:8, 9) 


Banyak orang mengatakan bahwa pernikahan itu sangat sakral dalam kehidupan mausia. Dal hal itu setidak-tidaknya yang ad adi benak Yusuf ketika ia dirayu oleh istri Potifar. Yusuf mengerti betul bahwa kalau dirinya meladeni kemauan istri Potifar, maka sama saja dirinya telah menodai pernikahan antara Potifar dan istrinya itu. Kata-kata Yusuf “…engkau istrinya” sebenarnya memberi pesan bahwa Potifarlah yang berhak untuk melakukan hubungan itu. Itu kalau dipandang dari sisi kesakralan pernikahan. 

Dilihat dari sisi rohani tentu saja perbuatan itu merupakan perbuatan dos adi hadapan Tuhan. Pandangan Yusuf ini sebenarnya bisa menjadi pelajaran yang sangat menarik ketika kita diperhadapkan dengan keadaan saat ini di mana tema perselingkuhan sering terdengar di telinga kita. Artinya perselingkuhan sama saja dengan perbuatan yang tidak lagi menghargai pernikahan yang sudah dibangun. 

Pernikahan sudah tidak dipandang sebagai sesuatu yang sacral. Sebaliknya prosesi pernikahan hanya sebagai sebuah ritual di mana perberkatan nikah dan jamuan besar dalam pesta hanya sebagai kegiatan social. Padahal pemberkatan nikah di gereja dan acara resepsi pernikahan itu merupakan acara di mana pasangan sedang memproklamirkan komitmen kepada Tuhan dan kepada manusia. 

Makanya itulah bedanya antara masa pacaran dan masa pernikahan. Masa pacaran kita hanya mengatakan janji yang sewaktu-waktu janji itu bisa diputuskan, karena tidak ada yang menjadi pengikat. Makanya kalau orang putus pacaran, semua orang bisa maklum. Tapi beda ketika kita masuk dalam pernikahan di mana di dalamnya ada komitmen. 

Komitmen itu sendiri bukanlah komitmen yang begitu saja diputuskan, tetapi komitmen itu benar-benar komitmen untuk bersatu, sampai maut memisahkan mereka. Inilah isi komitmen itu seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus dalam Injil Matius 19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Yusuf menjelaskan bahwa wanita yang sedang menggodanya itu adalah istri sah dari Potifar. 

Dan apa yang sudah dibangun oleh Potifar di dalam keluarganya yaitu dengan mengambil wanita itu untuk menjadi pendamping hidupnya jangan sampai dirusak oleh napsu yang menguasainya. Dengan kata lain Yusuf mengingatkan wanita itu bahwa wanita itu bukan untuk siapa-siapa, tapi khusus untuk Potifar. Sedangkan Yusuf sendiri dalam memandang persoalan yang sedang dihadapinya itu hanya melihat kepada Tuhan. Urusannya hanya dengan Tuhan. Kata Yusuf, “….Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?”

1. Pernikahan sebagai Ikatan Suci

Pernikahan bukan hanya sekadar kontrak sosial, melainkan perjanjian di hadapan Tuhan. Dalam Kejadian 2:24, Alkitab menegaskan bahwa suami dan istri menjadi "satu daging," yang menandakan kesatuan yang tidak boleh dinodai.

2. Yusuf: Contoh Integritas di Tengah Godaan

Yusuf bisa saja menuruti keinginan istri Potifar untuk mendapatkan keuntungan duniawi, tetapi ia memilih takut akan Tuhan. Ini mengajarkan kita bahwa integritas lebih berharga daripada kesenangan sesaat.

3. Bahaya Perselingkuhan di Era Digital

Dengan maraknya media sosial dan aplikasi kencan, godaan perselingkuhan semakin mudah terjadi. Namun, prinsip Yusuf tetap relevan: Menghormati pernikahan orang lain dan menjaga kemurnian hubungan sendiri.

4. Tips Menjaga Kesetiaan dalam Pernikahan

  • Komunikasi terbuka dengan pasangan

  • Menjauhkan diri dari situasi yang berpotensi menggoda

  • Memperkuat fondasi spiritual bersama

Penutup 

Kisah Yusuf mengingatkan kita bahwa menjaga kesucian pernikahan adalah tanggung jawab setiap orang. Di tengah dunia yang semakin longgar moralnya, mari kita teguh seperti Yusuf—menolak godaan dan memilih jalan yang berkenan kepada Tuhan.

Bagaimana pendapat Anda tentang kisah Yusuf dan relevansinya dengan perselingkuhan masa kini? Yuk, diskusikan di kolom komentar!

Posting Komentar