Aku ini Tak Sempurna, Jadi Toleran Sedikit
Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Makanya bila kita mendengar syair lagu, Kau Begitu Sempurna" tentu itulah hanya syair yang enak didengar.
Sempurna, senang sekali mendengar kata-kata ini. Tampak tidak ada kesalahan, tidak ada kekurangan, tidak ada kelemahan, tidak ada kemarahan, tidak ada sakit atau penderitaan. Semuanya tampak indah dan menyenangkan seperti menonton film atau sinetron dengan happy ending. Tapi itukah hidup kita? Selalu sempurna? Tidak ya sahabat wanita, bahkan mungkin kita merasa bahwa hidup kita jauh dari sempurna.
Apakah anda termasuk orang yang perfeksionis? Ataukah ada orang-orang
di sekitar anda yang termasuk orang dengan tipe perfeksionis? Orang-orang
dengan tipe perfeksionis secara garis besar akan mengusahakan agar segala
sesuatunya berjalan dengan sempurna.
BACA JUGA:
Daya Rusak Egois dalam Hubungan
Namun
seberapapun kerasnya kita mengusahakan agar apa yang kita kerjakan menjadi
sempurna, kenyataannya tidak seperti itu. Dalam kehidupan, kita tidak pernah
lepas dari kritikan dan penilaian orang lain terhadap diri kita. Kita dituntut
untuk sempurna, bahkan kita pun menuntut diri kita sendiri agar sempurna.
Akibatnya terkadang kita merasa tertekan, kita terikat dengan berbagai tuntutan
yang harus dipenuhi.
Itulah
hidup, tak ada yang sempurna. Seorang diva pun pernah salah dalam bernyanyi,
seorang koki handal pun pernah membuat masakan yang tidak sempurna, bahkan seorang
pemain sepak bola terbaik kelas dunia pun pernah gagal dalam melakukan
tendangan penalty. Apalagi kita!
Jadi,
berdamailah dengan ketidaksempurnaan yang sedang kita alami. Berdamailah dengan
kondisi fisik kita yang tidak sempurna. Jangan pusingkan rambut kita yang
terlalu keriting atau tipis, postur tubuh kita yang pendek atau gemuk, dan juga
wajah kita yang biasa-biasa saja. Berdamailah dengan kesalahan kecil yang tak
pernah kita perhitungkan sebelumnya. Tidak perlu terus-terusan menyalahkan diri
sendiri, orang lain atau keadaan buruk yang sedang kita alami.
Kita memang tidak mungkin menjadi sempurna seperti Kristus. Tetapi sebagai orang percaya, kita harus sadar bahwa di dalam diri kita sebagai orang percaya ada kuasa yang diberikan kepada kita melebihi kuasa apapun yang ada di muka bumi ini dan bahwa kita adalah anak-anak Allah yang luar biasa.
Luar biasa disini bukan karena
dengan kuasa itu lalu kita sukses dalam karir, sukses melewati berbagai
rintangan hidup, atau sukses mengatasi berbagai persoalan hidup yang kita
hadapi, sukses dalam studi, ekonomi maupun rumah tangga. Bukan ini yang menjadi
tujuan dari kuasa yang diberikan kepada kita sebagai orang percaya.
Sesungguhnya tujuannya adalah agar kita dimampukan untuk menjadi sempurna dalam
hubungan kita dengan Tuhan.
BACA JUGA:
Ranjang Bisa Menimbulkan Persoalan Besar
Cara-cara Menyelesaikan Konflik Keluarga
Kuasa yang
Tuhan berikan menjadi potensi diri yang luar biasa dan tidak ternilai oleh
apapun. Jadi kuasa itu harus kita manfaatkan untuk melakukan hal-hal yang
membuat kita sempurna di hadapan Tuhan. Bukan sempurna secara fisik, ekonomi
atau apapun yang bersifat duniawi, tetapi semakin sempurna di dalam iman kita
akan Tuhan.
Dalam pelayanan, dalam doa, dalam mengabdikan hidup kita untuk keluarga, orang-orang di sekitar kita dan untuk Tuhan. Hidup dalam panggilan Kristus bukan berarti menerima dengan pasif, tetapi kita merespon panggilan Tuhan dengan aktif. Tidak ada patokan tentang hidup yang kita jalani apakah sudah sempurna atau belum.
Apapun itu, kita harus tetap mengejar dan memberi buah yang terbaik selama kita
masih diberikan kehidupan oleh Tuhan. Jika sampai saat ini Tuhan masih izinkan
kita untuk bernafas, berarti masih ada tugas dari Allah yang harus kita
lakukan.
Jadi, berdamailah dengan ketidaksempurnaan kita. Ini bukan berarti kita hidup dengan asal-asalan
atau tidak perlu berusaha dengan sebaik-baiknya. Kita tetap harus mengusahakan
segala sesuatu menjadi sebaik dan sesempurna mungkin. Namun seandainya itu
tidak menjadi seperti yang kita harapkan, kita tidak perlu kehilangan
kebahagiaan oleh karena merasa tak sempurna.
Kita bukan mahkluk yang sempurna dan anti kesalahan, jadi mengapa harus menjadi frustasi dan kehilangan kebahagiaan ketika segala sesuatu tidak berjalan dengan sempurna? Kita tetap bisa menjadi yang terbaik, meski tidak sempurna. Ini hanyalah masalah cara pandang saja. Maafkan diri sendiri ketika kita atau apa yang kita lakukan tidak sempurna dan maafkan orang lain ketika ia tidak seperti yang kita harapkan. 1 Tesalonika 5:18 “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
Baca Juga Buku Mengenai Sikap DI SINI
Melatih Suami Istri untuk Saling Terbuka
Bisakah Kita Saling Bertahan dalam Kesakitan?
Artikel ditulis oleh Monika Oedjoe untuk program Radio Wanita untuk Wanita
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.