Daya Rusak Egoisme dalam Hubungan

Daftar Isi

Menurut kamus, egois atau mementingkan diri sendiri diartikan sebagai perhatian berlebihan terhadap diri sendiri yang tidak pantas, dengan menempatkan kenyamanan dan keuntungan pribadi di atas kepentingan orang lain.

Egoisme merupakan sifat yang berkembang secara alami dalam diri manusia. Sifat ini begitu alami sehingga seringkali manusia tidak menyadari keberadaannya. Keegoisan, yang berakar pada kecenderungan untuk mengutamakan diri sendiri, dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Semakin terlihat bahwa banyak orang menjalani hidup dengan fokus pada diri sendiri. Orang egois cenderung menjadikan dirinya sebagai pusat, memprioritaskan kepentingan dan perasaannya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan dan perasaan orang lain. Mereka dikuasai oleh kepentingan pribadi dan mengikuti nilai-nilai egoisme, di mana mereka melihat dunia ini berputar hanya mengelilingi diri mereka sendiri.

BACA JUGA:

Aku ini Tak Sempurna, Jadi Toleran Sedikit

Menciptakan Keluarga Kompak

Daya Rusak Egois dalam Hubungan

Siapa yang tidak pernah berpikir tentang "diri sendiri" ketika langkahnya terhalang oleh orang lain? Ketika kita membandingkan diri dengan orang lain, mungkin memang benar bahwa kita semua memiliki sifat egois hingga batas tertentu. Namun, bukankah kita mencoba merasa lebih baik dengan mengatakan bahwa ada orang yang lebih buruk dari kita? Apa salahnya memperhatikan diri sendiri? Bukankah menjadi orang yang bersemangat, rajin, dan antusias itu baik? Tidak ada salahnya bekerja keras untuk kehidupan yang lebih baik dan untuk dapat melakukan lebih banyak hal. Jadi, apa yang salah dengan memperhatikan diri sendiri?

Misalnya, seseorang yang berasal dari keluarga yang berkecukupan dan terbiasa dimanja, sehingga keinginannya sejak kecil selalu terpenuhi. Atau, bisa jadi ia berasal dari keluarga yang sangat kekurangan kasih sayang atau perhatian, yang mengakibatkan tumbuhnya karakter yang tidak mengenal kasih atau pengorbanan. Sifat egois juga bisa berkembang akibat pengaruh lingkungan, seperti dikelilingi oleh orang-orang yang egois. Sebagai contoh sederhana, sifat egois dapat terlihat ketika anggota keluarga menonton acara televisi favoritnya dan tidak ingin berbagi dengan orang lain.

Memang tidak ada salahnya jika kita fokus pada diri sendiri, tanpa memperhatikan orang lain. Namun, kesalahan terjadi ketika kita terlalu mementingkan diri sendiri hingga mengabaikan nasihat orang lain tentang kita. Sikap ini tidak akan berdampak baik, karena dapat membuat orang-orang di sekitar kita menjauh. Tidak ada yang ingin bertahan di sisi orang yang egois, yang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan orang lain.

Banyak yang berpendapat bahwa musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Hal ini terlihat dari sifat-sifat negatif yang ada dalam diri manusia, seperti amarah, dendam, dan kebencian. Sifat egois juga termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, mau tidak mau, kita juga sedang berjuang melawan diri kita sendiri.

Berjuang melawan sifat-sifat buruk yang muncul secara alami dalam diri kita sangat penting. Sifat egois dapat memberikan dampak negatif yang konstan dalam kehidupan kita, seperti kecenderungan untuk selalu merasa benar dan superior, menolak nasihat, enggan mendengarkan hal-hal positif, hidup tanpa batasan atau aturan, hanya memuaskan keinginan sendiri, cenderung merugikan orang lain, tidak peduli terhadap sesama dan lingkungan, serta berbagai aspek negatif lainnya yang dapat muncul dengan jelas dalam diri kita.

BACA JUGA:

Ranjang Bisa Menimbulkan Persoalan Besar

Cara-cara Menyelesaikan Konflik Keluarga

Dicari Wanita Unggul

Mari kita renungkan, jika kita dikuasai oleh sifat negatif, itu berarti egoisme kita yang memimpin kehidupan kita tanpa kita sadari. Segalanya menjadi tidak terkendali dan tidak bisa dikontrol, bahkan tidak dapat dihentikan oleh kita atau orang lain. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi diri kita dan orang lain, seperti permusuhan, pertengkaran, kriminalitas, dan pada akhirnya kita akan ditinggalkan oleh orang-orang terdekat dan sekitar kita.

Jika kita menyadari bahwa hal-hal tersebut tidak pernah menghasilkan kebaikan, mengapa masih banyak orang di dunia ini, dari masa lalu hingga mungkin akhir zaman, yang tetap acuh tak acuh terhadap sifat egois negatif yang terus menguasai diri mereka, bahkan membiarkan sifat-sifat egois tersebut terus hidup dan tumbuh dalam diri kita?

Lalu bagaimana cara menghilangkan sifat egois

  1. Menjadi pendengar yang baik memerlukan usaha dan pembelajaran, bahkan ketika topik pembicaraan kurang menarik. Kita harus mendengarkan sebagai bentuk latihan untuk menghargai orang lain.
  2. Menerima kritik dengan terbuka tidak selalu berarti menerima sesuatu yang negatif. Untuk berkembang menjadi lebih baik, kita harus bersedia menerima saran dan kritik dengan hati yang lapang, karena pada akhirnya, semua itu demi kebaikan kita sendiri.
  3. Hindari perasaan bahwa diri sendiri adalah yang terpenting dan terbaik. Sikap seperti ini sangat mengganggu dalam berinteraksi sosial, terutama saat berada di lingkungan yang baru.
  4. Bersabarlah dan luangkan waktu untuk bersantai.

Kita menyadari bahwa hanya dengan Yesus kita bisa mengatasi sifat egois yang melekat dalam diri kita. Manusia sendiri tidak bisa menghapuskan egoisme karena itu adalah sifat yang diwariskan turun-temurun. Hanya Yesus yang bisa membantu, sebab hanya Dia yang memiliki kemampuan untuk mencintai secara sempurna.

Sungguh, Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat dan saksi bagi sesama, bukan untuk hidup egois atau hanya mementingkan diri sendiri. Mengapa kita tidak boleh menjadi anak-anak Tuhan yang egois? Karena sifat egoisme akan menimbulkan kekacauan dan berbagai perbuatan jahat. Orang egois cenderung melakukan segala cara untuk mencapai keinginannya, tanpa mempedulikan rasa sakit atau pengorbanan yang ditimbulkan pada orang lain. Sebagai umat beriman.

BACA JUGA:

Tempat Ideal Menangkap Rubah

Melatih Suami Istri untuk Saling Terbuka

Bisakah Kita Saling Bertahan dalam Kesakitan?

Posting Komentar