Mengalah Bukan Berarti Kalah Tapi Karena Ini

Daftar Isi


Mengalah bukan berarti kalah, tapi mengalah lebih baik dari pada mengikuti perasaan. Karena di dalam mengalah kita bisa punya kesempatan mengelola perasaan. Mengalah bukan untuk menang, tapi untuk menyelesaikan masalah.

Tindakan mengalah dalam sebuah hubungan tentu tidak bisa disamakan dengan situasi beberapa anak yang terlibat dalam sebuah konflik. Kita yang memiliki lebih dari satu anak, suatu hal yang umum ya bila kita mengajarkan pada anak kita yang usianya lebih dewasa untuk mengalah pada adiknya. Karena kita beranggapan bahwa adik yang usianya lebih muda, terkadang masih belum bisa mengerti tentang suatu hal, apalagi jika meminta sesuatu. 

Mengajarkan anak untuk belajar mengalah kepada adik bukan merupakan hal yang mudah. Itu juga saya alami. Sang kakak terkadang mengeluh “Kenapa sih aku harus selalu mengalah sama adik?” Dan jawaban saya biasanya “Karena adik masih kecil, adik kan belum ngerti”. Bagaimana dengan anda sahabat wanita? Apakah Anda juga mengalami hal tersebut? Ada kalanya, anak memang perlu mengalah.  

Mengajarkan anak untuk mengalah memang perlu ya sahabat wanita, bukan hanya dengan adiknya saja tetapi juga dengan orang lain, seperti dengan teman. Dengan mengalah, anak akan belajar berbagi, memahami perasaan orang lain, serta melihat situasi sosial sehingga bisa mengembangkan kemampuan sosial emosionalnya.  

Dengan mengalah mereka dapat memahami perasaan orang lain dan mulai belajar berempati, anak menjadi tidak egois dan menang sendiri dan memiliki kepedulian terhadap sesama. Sejak dini kita memang perlu membiasakan bahwa apa yang kita inginkan tidak selalu bisa kita peroleh dan tidak selalu harus kita peroleh.

Jika anak-anak saja sudah kita ajarkan untuk belajar mengalah sejak dini, lalu bagaimana dengan kita yang lebih dewasa? Apakah kita sendiri sudah belajar mengalah kepada sesama kita?

Tak bisa dipungkiri, kalau seseorang menghina atau merendahkan kita bisa saja emosi kita akan melonjak dan membalasnya atau menyerang balik dengan ejekan. Sikap seperti ini adalah sikap duniawi, yang mendahulukan emosi dan bukan hati yang berdasarkan kehendak Tuhan. Ketika kita mengalah untuk tidak menanggapi ejekan seseorang, terkadang orang mengatakan bahwa kita tidak punya nyali, penakut atau kalimat lainnya. Itu adalah sikap duniawi yang mendahulukan emosi dan bukan berdasarkan pada pemikiran dan hati yang tulus serta bersih. 

Bersikap mau mengalah mudah untuk mengucapkannya ya sahabat wanita, tapi sulit untuk melaksanakannya. Ada banyak contoh yang bisa kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari, dimana pertengkaran masih saja terjadi sampai sekarang. Mengapa pertengkaran itu bisa terjadi? Alasannya adalah, karena salah satu pihak tidak ada yang mau mengalah. Masing-masing pihak maunya menang sendiri. Masing-masing bersikap egois, mau menang sendiri dan tidak mau berinisiatif untuk meredakan kemarahan. Hal inilah yang menimbulkan pertengkaran yang hebat, baik antara suami isteri, abang adik, tetangga atau sesama teman.

Mengapa seseorang tidak bisa memiliki sikap mengalah? Karena orang umumnya menilai dari cara pandang yang salah. Ada yang beranggapan, bahwa orang-orang yang mengalah menjadikan dirinya sebagai orang-orang yang kalah. 

Bisa juga hal ini terjadi karena tidak mau melepas segala hak demi orang lain, karena takut, tidak mau dirugikan orang lain, atau yang lebih parah lagi karena keegoisan diri kita sendiri. Sikap tidak mau mengalah dan maunya hanya menang sendiri sering kali kita bawa ke dalam aspek-aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, bergereja atau bersekutu dengan sesama saudara seiman. Bahkan dalam kehidupan berumah tangga pun terkadang sikap tak mau mengalah sering mendominasi hari-hari kita.

Sahabat wanita, sikap mengalah memang bukanlah sikap yang populer untuk kehidupan kita selama ini. Justru orang yang mengalah itu menurut anggapan orang adalah orang yang diinjak, orang yang dirugikan, jadi akhirnya kita cenderung mengembangkan sikap tidak mau mengalah. 

Sebagian besar orang menganggap bahwa mengalah adalah bentuk kekalahan, terutama mengalah dalam sebuah hubungan. Mengalah atau meminta maaf saat kita tidak melakukan kesalahan bisa jadi adalah kesalahan bagi sebagian orang. Banyak pula yang beranggapan bahwa mengalah pada pasangan adalah cerminan bahwa nantinya kita akan menjadi pihak yang tertindas ketika sudah menikah. Benarkah demikian?  

Mengalah bukan berarti kalah. Mengalah adalah kemenangan bagi jiwa yang berkualitas tinggi. Seorang dianggap kalah bukan berarti tidak mampu untuk bersaing. Namun justru orang yang demikian mampu mengendalikan pikiran dan jiwanya agar tidak bersifat seperti kekanak-kanakan. Orang yang mampu mengalah berarti mampu membawa emosinya pada titik ketenangan jiwa.

Sahabat wanita, mengalah sesungguhnya adalah sesuatu yang indah. Ada ketenangan yang kita rasakan ketika kita mengalah pada seseorang, perasaan tenang itu sumbernya dari ketegaran kita dan kesiapan kita dalam mengantisipasi emosi, kesiapan kita dalam meredam emosi. 

Kita perlu tahu bahwa mengalah merupakan bagian dari karakter Allah. Mengalah itu pun sesungguhnya adalah bagian dari Iman untuk menantikan berkat-berkat Allah. Orang yang mengalah menandakan dirinya memiliki sikap lemah lembut. Itu yang menyebabkan dia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi mengalahkah kejahatan itu dengan kebaikan. Mengalah juga menandakan kita memiliki penguasaan diri. 

Ketika kita belum mampu memiliki sikap mengalah dengan orang lain, berarti kita belum bisa menguasai diri. Kita belum bisa mengalahkan segala keinginan kita. Pelajaran penting untuk kita disini, bahwa dalam menjalin relasi dengan sesama kita, tentu akan timbul konflik-konflik yang mungkin saja hal tersebut terjadi bukan karena kesalahan kita, tetapi hari ini kita harus tetap belajar mengalah. 

Kita harus belajar sabar dan mengasihi sesama, terutama kepada orang yang telah berbuat salah kepada kita. Terkadang, memang kita harus mengalah dalam menghadapi seseorang yang tidak sabar. Mengalah bukan berarti kalah, sebab seringkali justru dengan mengalah kita akan mendapat kemenangan. 

Keberanian tidak bisa diukur dari pembalasan, tetapi dari mengalah. Ketika kita mengalah, kita sedang menaruh iman kita kepada Tuhan dan siap menerima segala janji-janji Allah. Masih adakah sikap mau mengalah dalam diri kita ? Atau sebaliknya, apakah sampai hari ini kita masih tetap mengedepankan perasaan ingin menang sendiri?

Artikel ditulis oleh Monika Oedjoe untuk program Radio Wanita untuk Wanita

Posting Komentar