Pola Menyelesaikan Masalah dalam Keluarga Bernama "Tahu Sama Tahu"
Apa Artinya Pola Tahu Sama Tahu?
Kondisi "tahu sama tahu" ini adalah fase di mana pasangan sudah mencapai tahap kejenuhan pola. Di satu sisi, hubungan tetap berjalan karena ada pemahaman tanpa kata, tapi di sisi lain, ada kebutuhan emosional istri yang selalu "lapar" akan validasi verbal. Ketika persoalan datang, konflik terjadi, pola menyelesaikan dalam bentuk, "tidak meneruskan" konflik yang terjadi, dan tidak ada kata minta maaf, khususnya dari pihak suami, walaupun sudah jelas salah.
Menghadapi situasi di mana suami tetap enggan meminta maaf secara lisan meskipun sudah tahu itu diinginkan istri, memerlukan pendekatan yang lebih strategis daripada sekadar menuntut. Berikut adalah cara mendudukkannya:
1. Membedah "Macetnya" Komunikasi (Perspektif Suami)
Penting untuk dipahami bahwa bagi suami yang sudah berpola seperti ini, meminta maaf secara lisan bukan lagi sekadar masalah gengsi, tapi sudah menjadi hambatan psikologis.
Ia mungkin merasa: "Kalau aku minta maaf sekarang setelah bertahun-tahun tidak melakukannya, itu akan terasa aneh, canggung, atau justru membuka kotak pandora kesalahan-kesalahan masa lalu."
Ada ketakutan akan "Efek Bola Salju": Takut kalau sekali minta maaf, istri akan mengungkit semua kesalahan lainnya.
2. Mengubah Cara "Meminta" (Perspektif Istri)
Jika meminta maaf secara langsung terlalu berat bagi suami, istri bisa mencoba mengubah set up komunikasinya.
Hindari Kata "Harusnya": Kalimat "Kamu harusnya minta maaf" sering terdengar seperti serangan bagi pria.
Gunakan "I-Message": Fokus pada perasaan sendiri. "Aku merasa jauh lebih tenang dan dihargai kalau mendengar kata maaf darimu, meskipun aku tahu kamu sudah mencoba memperbaikinya lewat sikapmu." Ini memberikan informasi, bukan tuntutan.
3. Memberikan "Jalan Keluar yang Aman" (Safe Exit)
Suami sering sulit minta maaf karena ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kata itu diucapkan. Apakah ia akan dimaafkan atau justru diceramah?
Istri bisa memberikan jaminan keamanan: "Kalau kamu minta maaf, aku janji masalah ini selesai dan kita tidak akan bahas lagi. Aku cuma butuh mendengar kata itu supaya hatiku lega."
Jika suami berhasil melakukannya—meskipun kaku—berikan apresiasi positif, bukan malah menyindir seperti, "Nah, gitu dong dari dulu."
4. Menerima "Dialek" Cinta yang Berbeda
Dalam jangka panjang, jika suami tetap kesulitan secara verbal, ada baiknya melakukan reframe (pembingkaian ulang) di pikiran istri:
Anggaplah suami seperti orang asing yang bicara bahasa berbeda. Dia bilang "Maaf" dengan cara membelikan martabak atau memperbaiki keran air.
Selama tindakannya menunjukkan penyesalan dan upaya perbaikan (tidak mengulangi kesalahan), maka secara substantif "misi" permintaan maaf itu sudah tercapai, meski "kemasannya" bukan kata-kata.
Kesimpulan untuk Hubungan Jangka Panjang
Dalam prinsip "mengalir" yang kita bahas tadi, kita tidak bisa memaksa air mengalir menanjak. Jika karakter suami memang sangat sulit bicara, memaksanya hanya akan menciptakan benturan ego yang melelahkan.
Strategi terbaiknya adalah:
Suami: Mencoba belajar menggunakan satu kata kunci saja (misal: "Maaf ya") tanpa harus menjelaskan panjang lebar, sebagai bentuk penghormatan pada perasaan istri.
Istri: Belajar "menerjemahkan" bahasa perbuatan suami sebagai permintaan maaf yang sah, agar residu emosinya tidak menumpuk menjadi dendam.
Apakah menurut Anda, dalam pola "tahu sama tahu" ini, ada risiko bahwa diamnya seorang suami justru dianggap sebagai "kemenangan" olehnya, sehingga ia merasa tidak perlu berubah di masa depan? Hanya kita para pria bisa menjawabnya.

Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.