Takut dengan Pasangan Tidak Semudah Kita Menilai dari Luar: Banyak Faktor yang Membentuk Situasi Tersebut

Table of Contents

Mengapa Takut dengan Pasangan dalam Pernikahan?

Apa penyebab suami atau sebaliknya istri akhirnya menjadi bersikap takut dengan pasangan? Bisa jadi, dimulai dari sikap-sikap yang dicoba untuk dilakukan, seperti memarahi pasangan atau malah melakukan tekanan dan hal tersebut dianggap menakutkan. Bisa jadi, akhirnya keterusan. Namun, bagaimana seharusnya, apakah suami harus takut sama istri, atau sebaliknya istri takut suami? Bisa jadi kejadiannya suami istri bertengkar hebat.

Fenomena "suami takut istri" atau sebaliknya memang sangat menarik untuk dibahas karena di baliknya terdapat lapisan psikologis yang cukup kompleks. Para ahli pernikahan dan psikolog melihat bahwa kondisi ini biasanya bukan tentang "takut secara fisik" (meskipun pada kasus KDRT bisa terjadi), melainkan lebih ke arah dinamika emosional dan pola asuh masa lalu.

Pandangan Banyak Ahli

Berdasarkan data dan pandangan para ahli, berikut adalah beberapa alasan mengapa fenomena ini terjadi:

1. Luka Pengasuhan Masa Kecil (Early Childhood Trauma)

Banyak ahli (seperti Dr. James O’Neil) menyebutkan adanya Gender Role Conflict. Laki-laki yang tumbuh dengan ibu yang sangat dominan, kritis, atau mudah marah seringkali mengembangkan mekanisme pertahanan diri untuk "selalu menyenangkan wanita" agar merasa aman.
Efeknya: Saat dewasa dan menikah, ia memproyeksikan sosok ibu tersebut ke istrinya. Ia merasa jika istri tidak bahagia, maka dirinya adalah kegagalan total, sehingga ia memilih untuk terus mengalah.

2. Penghindaran Konflik (Conflict Avoidance)

Psikologi modern melihat bahwa banyak suami mengadopsi prinsip "mengalah demi kedamaian" (peace at any price).
Mereka merasa bahwa berargumen dengan istri tidak akan membuahkan kemenangan karena perbedaan cara berkomunikasi.
Suami seringkali merasa kalah cepat dalam mengolah kata-kata saat berdebat, sehingga mereka memilih diam atau "takut" memicu diskusi panjang yang melelahkan secara mental.

3. Ketakutan akan Penolakan dan Pengabaian (Abandonment Fears)

Ada tipe kepribadian yang disebut Pleaser (orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain). Suami dengan kepribadian ini seringkali memiliki self-esteem (harga diri) yang rendah.
Ia merasa istrinya "lebih" dari dirinya (lebih sukses, lebih cantik, atau lebih pintar).
Ia takut jika ia menyatakan ketidaksetujuan atau bersikap tegas, istri akan meninggalkannya. Rasa takut kehilangan ini termanifestasi dalam sikap yang sangat patuh.

4. Kondisi Mental Pasangan

Dalam beberapa kasus, suami bersikap "takut" karena istri memiliki kondisi psikologis tertentu yang belum tertangani, seperti depresi yang manifestasinya adalah amarah, atau gangguan kepribadian (Borderline Personality Disorder).
- Suami menjadi sangat berhati-hati (seperti berjalan di atas kulit telur) untuk tidak memicu ledakan emosi istri. Ini sebenarnya adalah mekanisme bertahan hidup (survival mechanism) dalam hubungan.

5. Pergeseran Peran Ekonomi dan Sosial

Secara sosiologis, ketika istri memiliki penghasilan yang jauh lebih besar atau posisi sosial yang lebih tinggi, kadang terjadi pergeseran otoritas di rumah tangga. Jika suami tidak memiliki kepercayaan diri yang kuat, ia akan merasa inferior dan secara tidak sadar membiarkan istri mengambil semua kendali keputusan.

Perbedaan "Takut" vs "Segan"

Penting untuk membedakan keduanya:
Segan/Hormat: Suami mengalah karena rasa sayang, ingin memuliakan istri, dan menjaga keharmonisan. Ini adalah tanda kedewasaan emosional.
Takut: Suami mengalah karena rasa cemas, tertekan, atau kehilangan jati diri. Ini adalah tanda hubungan yang tidak sehat.

Seperti sebuah kejadian-kejadian lain dalam rumah tangga, sering kali kebiasaan itu terjadi begitu saja dan seakan, tiba-tiba saja terbentuk sebuah pola hubungan, termasuk hubungan di mana seorang suami takut terhadap istrinya.

Di masyarakat kita sering mendengar kelakar tentang suami-suami takut istri. Dan sering kali kita memberi penilaian yang cenderung tidak lazim kalau ada suami takut istri dan bahkan dianggap lucu. Tapi bagaimana kalau kita bertanya, apakah normal bila dalam keluarga seorang istri takut dengan suami?

Tahun 2007an kita menyaksikan sinetron yang mengisahkan tentang tentang kehidupan di sebuah komplek perumahan di mana hidup beberapa lelaki yang dalam kehidupan keluarga, mereka para lelaki tersebut takut dengan istri-istrinya. Memang sinetron tersebut lebih kepada tontonan komedi yang cukup menghibur. Tapi normalkah bila sebuah keluarga situasinya suami takut istri atau sebaliknya, istri takut suami? Ikuti terus Bilik Keluarga!


Rumah tangga yang dibangun dan kemudian membentuk sebuah pola hubungan dalam rumah tangga tujuannya adalah, hubungan itu akan menghasilkan kebahagiaan semua pihak. Suami merasa bahagia berada di sisi istri, sebaliknya istri merasa nyaman di sisi suaminya. Bila pola hubungan itu terbangun di mana salah satu pihak dalam pasangan itu merasa tidak nyaman, tidak bahagia, tidak mendapatkan perlindungan dan seterusnya maka artinya keluarga itu bukan dikatakan keluarga yang bahagia.

Sekarang mari kita coba dudukkan masing-masing pihak dalam sebuah pasangan. Kalau seorang suami merasa takut dengan istri, artinya si suami melihat bahwa sang suami merasa istrinya seperti pengawas yang akan selalu menyalahkan. Hubungan model ini tentu saja menjadi bentuk hubungan yang kurang sehat. Apalagi ditambah dengan pandangan budaya di mana suami takut istri seperti menjadi olok-olok dalam masyarakat. “Wah, dia menjadi suami yang tergabung ikatan suami-suami takut istri,” begitu kira-kira komentar yang muncul. Atau juga komentar, “Dia berada di ketiak istri.”

Tapi sekarang coba kita balik, kalau ada seorang istri takut sama suami, apakah hal tersebut dianggap sebagai sebuah kewajaran? Sekali lagi, dalam sebuah hubungan perasaan takut terhadap pasangan termasuk istri yang selalu merasa takut dengan suami pasti akan menimbulkan tekanan tersendiri. Ini pun bukanlah hubungan yang sehat.

Kesimpulan

Jika demikian, bagaimana hubungan suami istri yang ideal itu? Setiap individu dalam pasangan harus merasa nyaman satu sama lain. Baik suami maupun istri harus merasa bebas untuk menyampaikan usulan atau pikiran mereka, dan merasa nyaman dalam berdiskusi. Meskipun ada perbedaan pendapat, itu harus dianggap sebagai kesempatan untuk berdialog bersama dalam mencari solusi terbaik.

Lalu, bagaimana dengan firman Tuhan di Kolose 3:18, “Hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.” Bagian firman Tuhan ini yang berbicara ketundukan, bukan berarti menimbulkan ketakutan bagi sang istri. Karena jangan lupa, ayat lanjutannya, “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” Inilah pagar bagi suami ketika  memperlakukan isteri yaitu, KASIH dan tidak menimbulkan ketakutan dengan berlaku baik kepada orang yang kita kasihi.

Hubungan yang sehat membutuhkan keseimbangan. Jika rasa "takut" membuat salah satu pihak kehilangan suaranya, maka komunikasi akan buntu dan biasanya akan meledak di masa depan dalam bentuk depresi atau perselingkuhan sebagai pelarian.

Posting Komentar