Waspadalah! Jangan Kehilangan Sukacita Karena Masalah
Setiap orang punya masalah, tetapi setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya. Dalam krisis yang berat kita harus tetap waspada supaya kita tidak kehilangan sukacita.
Sukacita. Seberapa besar kita merasakan kehilangan saat hidup kita diterpa masalah? Ada banyak orang yang sudah tidak lagi merasakan sukacita segera setelah mereka bangun tidur, dan ternyata masalah telah menguasai setiap sisi kehidupannya. Tumpukan pekerjaan, agenda yang padat, permasalahan dan janji sudah langsung merebut pikiran dan perasaan kita dan hal tersebut telah merampas kenyamanan hidup kita.
Hidup tidak mudah ya, itu benar, dan setuju sekali. Terkadang dunia itu bisa begitu tidak bersahabat bagaikan penuh dengan ranjau-ranjau yang menghambat kita dalam setiap langkah. Di dunia yang sulit ini pula terkadang kita bertemu dengan orang-orang yang siap membuat kita kehilangan kesabaran dan membuat situasi yang sudah buruk menjadi tambah buruk. Kita tidak bisa menghindarkan bertemu dengan semua persoalan tersebut setiap saat. Kita harus siap berhadapan dengan semua itu sewaktu-waktu.
Belum lagi ketika persoalan itu datang dari dalam diri berupa kekuatiran, tipu daya keinginan yang begitu kuat, di mana keinginan-keinginan tersebut sebenarnya ditujukan untuk memuaskan dan berpusat pada keinginan pemuasan nafsu semata merupakan pencuri-pencuri sukacita yang berbahaya jika kita lengah. Itulah yang bisa mencuri sukacita yang kita miliki.
Karenanya kita tidak boleh membiarkan pencuri-pencuri ini datang mengacau dan mengambil apa yang menjadi hak kita. Kita bisa setiap saat berhadapan dengan semuanya, tetapi adalah keputusan kita apakah kita mau membiarkannya masuk dan mencuri atau kita menjaga agar sukacita kita tetap berakar pada Tuhan sehingga tidak ada satupun yang mampu merebutnya.
Benar bahwa sebagai manusia biasa, kesabaran dan ketahanan kita ada batasnya. Tetapi ada satu cara yang jitu untuk bisa mengatasinya, dan itu bermuara pada pemahaman kita tentang asal muasal dari sebuah sukacita itu. Hilangnya sukacita seringkali berasal dari kekeliruan kita dalam meletakkan atau menumpukan sukacita kita untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita mendasarkan sukacita kita kepada manusia maka cepat atau lambat kita akan kehilangan sukacita tersebut dari dalam diri kita. Manusia bisa mengecewakan, orang terdekat kita sekalipun pada suatu waktu bisa menyinggung perasaan kita lalu membuat kita terluka, merasa tidak dipeduli, dikhianati dan sebagainya. Situasi dan kondisi tidak akan pernah bisa sepenuhnya baik.
Menggantungkan sukacita di sana akan membuat sukacita kita pun bagai pendulum mengayun dari satu suasana hati kepada suasana hati lainnya tanpa henti. Sekarang senang, sebentar lagi sedih. Sebentar bahagia, sebentar lagi galau. Tidak menentu. Mengapa banyak orang sudah kehilangan sukacita tepat setelah mereka bangun, atau jangan-jangan tidur saja pun sudah tidak lagi nyaman, gelisah, dan sering terganggu oleh mimpi buruk? Penyebabnya, ada banyak perampas sukacita yang siap menelan semua rasa bahagia dan senang dari diri kita.
Pencuri
datang di saat kita tidur lelap. Pencuri melakukan perbuatannya di kala kita
lengah. Tidak diketahui kapan dan bagaimana dia beroperasi. Ada pencuri biasa,
ada pencuri luar biasa, yang mampu mencuri perasaan hati yaitu sukacita. Apa
atau siapa saja pencuri sukacita itu?
A. Situasi buruk
Kita
lebih merasa bahagia kalau segala sesuatu berjalan baik sesuai kehendak kita.
Kalau semua berjalan lancar, maka akan terasa lebih mudah menjalankan
kehidupan. Tapi, kalau keadaan berubah menjadi buruk, sukacitapun lenyap.
B. Manusia
Tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi karena tidak sempurna maka manusia bisa
saling mengecewakan, saling merugikan, saling menyakiti, dan seterusnya. Amat
sering orang merasa hilang sukacita karena dikecewakan, dirugikan dan disakiti.
C. Harta Benda
Yesus berkata, "...walaupun
seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung daripada
kekayaannya itu." (Lukas 12:15). Ia memberi peringatan tentang
menyimpan harta di dunia, yaitu: tidak aman, tidak tahan lama, dan tidak
memuaskan. Harta berkurang, sukacita kurang. Harta lenyap, sukacita menguap.
D. Kekuatiran
Kekuatiran adalah pencuri yang paling jahat. Banyak orang telah dirampas damai
sejahtera dan ketenangan hatinya oleh kekuatiran. Kuatir datang, terhapuslah
sukacita.
Ke mana seharusnya kita menggantungkan sukacita kita? Sebuah sukacita yang sejati itu sesungguhnya berasal dari TUHAN, dan bukan dari manusia, bukan pula tergantung dari situasi, kondisi atau keadaan yang tengah kita alami. Artinya, kita tidak harus menggantungkan kebahagiaan dan kegembiraan dalam hidup kita kepada manusia lain di sekeliling kita, atau pada keadaan kita saat ini, melainkan menggantungkannya kepada Tuhan, Allah kita yang tidak akan pernah mengecewakan anak-anakNya. Bagian ayat berikut sangat jelas dan sederhana. "Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya." (Mazmur 33:21). Dari sini kita bisa melihat bahwa hati kita bersukacita bukan tergantung dari orang lain atau situasi yang kita hadapi, tapi tergantung dari sejauh mana kita percaya pada Tuhan dan mempercayakanNya sebagai sumber sukacita kita yang sejati.
Kita tidak akan pernah bisa menghindari masalah, kita tidak akan bisa menghindari persinggungan dengan orang lain. Masalah boleh hadir, orang-orang yang sulit bisa kapan saja hadir dihadapan kita, tapi sukacita tidak boleh hilang karenanya. Mengapa? Karena sukacita sesungguhnya berasal dari Tuhan, bukan dari orang atau situasi di sekeliling kita. Disanalah letak sebuah sukacita yang tidak mudah goyah oleh berbagai hal yang bisa setiap saat mencuri sukacita kita.
Jangan dasarkan sukacita kita kepada orang atau situasi terkini yang kita hadapi. Jangan terpengaruh untuk mengejar segala hal yang kata dunia mendatangkan kebahagiaan kita. Dasarkanlah sukacita kepada Tuhan. Letakkan hati kita kepadaNya, karena disanalah letak sumber sukacita yang sebenarnya. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersukacita, karena semua itu berasal dari Tuhan dan itu letaknya sangat jauh di atas segala permasalahan atau orang-orang yang mengecewakan kita. "Bersukacitalah senantiasa.Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:16-18). Sudah siapkah kita untuk menerima kembali sukacita dalam diri kita yang telah tercuri? Dasarkanlah pada sumber yang benar. Yesus Kristus.
Jadi, waspadalah! Jangan sampai sukacita yang kita miliki direbut oleh berbagai hal yang hilangnya tersebut seperti pencuri mengambil barang-barang kita. Memang , masalah dan persoalan akan selalu ada, tapi bukan berarti kita bisa menyerah begitu saja dengan semua persoalan tersebut. Sebaliknya, hadapilah masalah dan persoalan tersebut, dengan kekuatan Tuhan.
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.