Pasangan yang Ideal Seperti Apa?
Pasangan yang ideal itu seperti apa? Orang Jawa punya prinsip dan angan-angan anaknya akan memiliki pasangan berdasarkan bibit, bebet dan bobot. Namun tidak semua pasangan yang mereka pilih bukan berdasarkan 3 kriteria tadi, namun sering kali karena cinta yang lebih kuat ketimbang pertimbangan kesempurnaan.
Filosofi Jawa dalam menentukan kriteria pasangan berdasarkan bebet yaitu status sosial dan ekonomi karena menyangkut kedudukan sosial dan kemampuan untuk mencukupi secara lahir dan batin. Kemudian bibit berbicara mengenai keturunan dan asal-usul yang jelas karena hal tersebut menyangkut latar belakang keluarga yang baik, secara moral, etika, dan karakter serta tidak memiliki latar sejarah buruk. Lalu kriteria ketiga adalah bobot, maksudnya pasangan diharapkan memiliki kepribadian yang baik dan punya pendidikan akhlak, kecerdasan serta kebijaksanaan dalam tindakan.
Artinya idealnya pasangan yang kita jadikan teman hidup adalah orang yang sempurna dalam segala sisi. Tapi faktanya, tidak demikian yang sering terjadi. Bahkan dalam kisah-kisah percintaan yang romantis, cinta sering kali menempati urutan pertama dalam menentukan pasangan hidup. Dan justru di situlah kekuatan sebuah kisah menjadi menarik untuk dinikmati. Dan bila kita termasuk di dalamnya di mana pasangan kita yang ternyata tidak seimbang dengan kita, tidak mungkin kita akan memisahkan karena sudah kadung berada dalam mahligai rumah tangga.
Ketika salah satu kriteria pasangan ideal tidak terpenuhi misalnya soal perbedaan strata pendidikan yang cukup jauh, maka hal tersebut juga bisa menjadi masalah tersendiri dalam hubungan pasangan. Makanya kalau kita berbicara masalah seimbang dalam keluarga antara suami dan istri juga diperlukan, dan jika terjadi ketidakseimbangan antara suami dan istri dari segi pendidikan bisa saja pihak yang pendidikannya lebih rendah akan merasa "terkucil" dalam kehidupan keluarga.
Sehingga bisa saja muncul anggapan, pasanganku tulalit, pasanganku telmi, tidak edukatif, SDM rendah dan seterusnya. Sederet kata-kata tersebut bisa saja dengan enteng diucapkan kepada pasangan yang kita anggap tidak sesuai dengan kriterianya kita tersebut. Bahkan bisa saja kata-kata tersebut walaupun disampaikan mungkin dalam bentuk guyonan, percayalah, bahwa kata-kata tersebut sangat melukai dan menyakitkan. Untuk diketahui bahwa jika label tersebut terus disematkan kepada pasangan kita maka lama-kelamaan akan membentuk pasangan kita itu menjadi pihak yang rendah diri dan tidak percaya diri untuk tampil bersama dengan pasangan.
Menjaga perasaan pasangan walaupun hal tersebut benar adanya, akan membuat tidak nyaman, dan pasti hal tersebut akan berpengaruh dengan hubungan antar keduanya. Padahal seperti halnya kita yang sudah berjanji untuk sehidup semati, dan menerima apa adanya pasangan kita, baik suka maupun duka, maka bagian kekurangan pasangan dalam soal pendidikan ini pun perlu mendapat perhatian untuk menjaga kebersamaan.Lalu Bagaimana Solusinya?
Menghormati dan menghargai pasangan dengan segala keberadaannya adalah kata penting untuk diterapkan dalam kehidupan suami istri. Dengan menghormati pasangan maka kita sebenarnya menempatkan dia sebagai orang yang penting dalam keluarga. Penghormatan ini juga bukan hanya akan berimbas kepada hubungan yang harmonis antara suami dan istri, tapi lebih dari itu kita akan memberikan contoh kepada anak-anak untuk berlaku yang sama dengan orang tua mereka, apa pun keadaannya.
Sikap yang sama harus kita terapkan dalam memberikan penghargaan kepada pasangan, walaupun pasangan kita dari segi pendidikan jauh berada di bawah kita. Kalau kita sudah mnemilihnya menjadi pendamping hidup, maka kita harus bertanggung jawab dengan pilihan kita tersebut. Menghargai pasangan akan menjadikan pasangan akan merasa menjadi orang penting dalam keluarga.
Tapi ada hal lain yang harus dilakukan untuk meredakan "ketegangan" perbedaan dalam pendidikan ini adalah bagaimana keduanya memiliki keinginan untuk mencapai sebuah titip tujuan yaitu mendekatkan perbedaan tersebut. Maksudnya begini, kalau seorang suami memiliki pendidikan yang tinggi, sementara istrinya berada di bawahnya, maka keduanya harus berjuang. Pihak yang tinggi tidak menekan, atau berusaha untuk merendah dengan tidak unjuk gigi akan ketinggian pendidikannya di depan istrinya. Tapi sebaliknya sang istri berusaha untuk beradaptasi dengan berusaha belajar banyak hal untuk mendekati pendidikan sang suami. Ini bukan soal pendidikan formal, tapi pengetahuan tersebut bisa didapat dengan belajar dari berbagai sumber. Apalagi saat ini pengetahuan sangat terbuka di berbagai sumber.
Akhirnya ketika kita berbicara masalah pasangan yang seimbang dan ideal, ternyata hal tersebut bukan hanya berbicara masalah satu iman, satu gereja, tapi bila ditelisik lebih dalam kita ternyata bisa menjumpai berbagai persoalan pelik ketika tidak seimbang itu menyangkut masalah perbedaan soal pendidikan. Tidak segampang kita membicarakannya seperti kami membahasnya, tapi bukan berarti kita tidak bisa mengubah situasi pelik soal perbedaan ini dengan berbagai usaha keras supaya akhirnya masing-masiong menyadari bahwa bukan soal perbedaan yang perlu diperbesar, tapi soal kita membutuhkan pasangan kita sebagai orang yang telah mengisi kekosongan hidup dalam keluarga kita. Dialah sebagai penolong bagi suami, dan sebagai orang yang bertanggung jawab untuk melindungi bagi sang istri. Jadi, masing-masing saling membutuhkan, dan biarlah itu merobohkan semua tembok perbedaan tersebut.
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.