Bukan Virus Tapi Kebiasaan Cemas Menular dan Berdampak bagi Anak

Daftar Isi


Walau bukan virus, tapi kebiasaan cemas orang tua bisa menular dan berdampak pada perkembangan anak bukan hanya ketika kita menemaninya namun bisa dirasakan hingga mereka dewasa.

Tentu saja sebagai orang tua kita ingin anak-anak kita tumbuh dan berkembang dengan baik, dan kita orang mengusahakan dengan berbagai cara bagaimana anak-anak kita tersebut menjadi apa yang kita impikan dan harapkan. Sehingga dalam mendidik dan mengasuh kita ingin memberikan dan mengusahakan yang terbaik bagi mereka sesuai dengan kemampuannya. 

Namun ada kalanya, ketika melihat perkembangan dan pertumbuhannya ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan impikan. Anak yang kita gadang-gadang menjadi anak hebat menurut versi kita, kita anggap berbeda bahkan dengan anak kebanyakan. Jika kita merespon situasi tersebut dengan mulai cemas dan takut, mengenai perkembangannya. Dia ternyata lebih pendiam, kurang aktif, tidak masuk ranking, dianggap anak biasa, bukan anak jenius dan seterusnya. Akhirnya kita merasa takut, jangan-jangan anak saya tidak naik kelas, bagaimana nanti hidupnya, apakah bisa mendapat pekerjaan bagus setelah besar dan seterusnya.

Biasanya ketika orang tua mulai diliputi oleh kecemasan maka akan memberi pengaruh juga terhadap cara mendidiknya, cara mengasuhnya, dan bahkan menggunakan berbagai macam jenis bantuan untuk memompa anak tersebut. Bisa jadi perlakuan memberikan les tambahan, atau anak didorong mengikuti berbagai kursus dan seterusnya, bukan berdasarkan minat dan keinginan anak, tapi lebih kepada mengikuti kecemasan yang dimiliki oleh orang tua.

Kecemasan tersebut pada akhirnya bisa menular kepada anak itu sendiri yang dikenal dengan intergenerational transmission of anxiety atau penularan antargenerasi. Saya katakan bisa ya, dan tentu tidak otomatis, karena bisa jadi tergantung dari bagaimana respon anak itu sendiri terhadap kecemasan yang dialami oleh orang tua mereka. 

Saya jadi ingat ketika masih kecil orang tua saya sering mengingatkan kalau saya sering ke luar rumah di siang bolong, seperti ke hutan atau sawah, dengan peringatan, "Jangan jauh-jauh lho, nanti diculik orang." Orang tua menakut-nakuti dengan bahasa tersebut supaya tidak jauh-jauh bermain karena merasa cemas bila nantinya hilang. Tapi di jaman ini juga kita kadang mendengar orang tua yang merasa cemas dengan anaknya yang mencoba sesuatu dengan mengatakan, "Jangan coba lakukan itu, nanti kamu gagal." Tapi dampaknya bagaimana? Akhirnya kita menjadi anak yang takut karena dianggap bahwa dunia ini penuh bahaya, dan jangan pernah mencoba sesuatu.

Orang tua yang cemas dalam menerapkan pola asuh kepada anak bisa jadi karena pengalaman masa lalu di mana kita dulu diasuh dengan pola yang sama dan kita menerapkan sekarang. 

Kalau begitu, apa yang harus dilakukan? Langkah pertama adalah menyadari kelemahan pada sikap cemas dalam mendidik dan membesarkan anak. Kecemasan yang kita miliki jangan sampai menularkan kepada anak. Dengan melatih, bagaimana bersikap tenang dalam melihat situasi yang muncul dalam diri anak. Karena kecemasan tidak akan memberikan solusi terbaik bagi anak itu sendiri.

Biasanya, ketika orang tua yang dihinggapi oleh kecemasan akan berpengaruh kepada tindakan dan ucapan dalam pola asuh kepada anak itu sendiri. Ketika kita merasa cemas karena anak kita berada di posisi terakhir dalam ranking misalnya, bisa jadi akan melahirkan kekecewaan, kemarahan, ketakutan dan hindarilah untuk menggunakan kata-kata yang berlebihan, mengatur bahasa supaya tidak menggunakan bahasa-bahasa yang justru menyakitkan anak.

Akhirnya yang paling penting adalah, berusahalah tetap tenang ketika melihat perkembangan anak yang menurut kita tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Fokuslah kepada solusi, bukan kepada kekhawatiran dan kecemasan. Karena fokus kepada solusi akan mendorong kita mencari jalan terbaik, ketimbang kita tidak punya arah untuk mendidik lebih baik lagi. Semoga!

Posting Komentar