Defensif dalam Hubungan Suami-istri Hanya Menambah Tensi Konflik

Daftar Isi


Defensif adalah sikap mempertahankan diri dan dalam hubungan suami-istri bisa terjadi dengan cara menolak kritik, atau membela diri dan merasa terancam oleh pasangan.

Dalam prakteknya sikap defensif ditunjukkan ketika seseorang merasa diserang secara verbal, dikritik dan merasa tidak nyaman dengan apa yang diterimanya sehingga ia membangun pertahanan diri dengan berusaha melindungi dirinya atas ketidak nyamanannya tersebut. Perilaku defensif bisa saja dalam bentuk verbal maupun non-verbal. Sikap defensif tentu bisa menghambat komunikasi yang efektif dan bila hal itu menjadi sebuah pola dalam hubungan antara suami dan istri bisa jadi akan selalu menimbulkan konflik yang intensitasnya terus meningkat.

Sikap defensif selalu mencari berbagai cara bagaimana seseorang menutupi apa yang dianggap memalukan dirinya, atau sibuk melakukan pembelaan bukan untuk melihat secara obyektif apa yang ditujukan kepada dirinya, tetapi bagaimana untuk sementara bisa merasa 'lepas' dari situasi yang membuat dirinya tidak nyaman.

Dalam penggunaan defensif oleh pelakunya sering dilakukan dengan tanpa disadari, karena hal tersebut bisa digunakan untuk menutupi ego dari tekanan emosional yang berlebihan. Bisa dalam bentuk alasan, atau malah melakukan yang sebaliknya yaitu ofensif, menyerang pasangan dengan berbagai cara. Misalnya, seorang suami yang baru pulang dari tempat kerja dengan muka masam dan kusut karena tadi di tempat kerja sedang bermasalah dengan bosnya, lalu ketika ia pulang ke rumah, sikapnya terus marah baik kepada istri dan anaknya yang di rumah tidak mengerti apa-apa.

Istrinya yang kebetulan mengurus pekerjaan di rumah, tidak terima diperlakukan dengan cara-cara tidak biasa. Akhirnya muncullah pertengkaran hebat antara keduanya. Suami merasa cemas karena persoalan di kantor dan diungkapkan dengan cara kemarahan tanpa kejelasan, sementara istri yang merasa sudah seharian membereskan semua tanggung jawab di rumah tersinggung karena kemarahan suaminya tersebut.

Tetapi contoh yang lebih sederhana adalah, seorang suami yang pembawaannya pendiam, sulit mengungkapkan perasaan, dan ditegur oleh istrinya, kenapa kok tidak pernah mau mengungkapkan I love you kepada dirinya, sementara sang istri sudah menjadi kebiasaan mengungkapkan perasaan dalam bentuk kata-kata. Mendapat pertanyaan tersebut, sang suami mengatakan, mengatakan I love you itu tidak penting, yang penting non-verbal sudah ditunjukkan. Padahal sang istri inginnya, ungkapan sayang itu selalu didengungkan di telinganya, karena dia merasa akan jelas dan meyakinkan suaminya sungguh-sungguh sayang kepada dirinya. Kalau persoalannya hanya seputar hal-hal yang bersifat sederhana, bisa saja mengganggu, tapi bila pada persoalan yang besar, maka bisa menjadi masalah dan bahkan menjadi pemicu konflik berkepanjangan.

Mengapa Defensif Muncul?

Respon defensif karena pada dasarnya kita manusia ini selalu mencari keuntungan? Maksudnya bagaimana? Maksudnya defensif bisa jadi muncul karena dianggap menguntungkan bisa merasa aman untuk sementara waktu. Aman ketika kita mengalami kritik, dicurigai, merasa diserang, diadili, dikuliahi, atau bahkan dianggap remeh oleh pasangan, sehingga kita memberi respon dengan defensif. Itulah bentuk dari cara kita mempertahankan diri untuk melindungi diri.

Sebenarnya sudah lazim bila seseorang mendapat serangan mendadak, ada dua pilihan, kita menghindar dan lari, atau balik menyerang supaya kita tetap aman dan selamat. Begitupun defensif merupakan respon dari perasaan tidak aman tadi. Bila seorang suami atau istri ketahuan melakukan hal yang tidak benar misalnya, maka supaya dirinya tidak dipersalahkan, atau dikritik juga dipermalukan, maka bisa saja ia akan berusaha untuk membela diri dengan berbagai cara. Misalnya, habis pasanganku selalu sibuk, kurang perhatian, tidak responsif dan seterusnya untuk memberi pembenaran apa yang dilakukannya.

Tujuannya adalah, dia punya alasan tertentu, pembenaran tertentu untuk membangun sebuah alasan, yang nantinya alasan tersebut bisa dianggap memaklumi. Tapi, apakah hal tersebut bisa menjadi jalan keluar terbaik dari defensif seperti itu? Tentu saja tidak, ingat defensif sifatnya pertahanan diri sementara, bisa saja justru bentuk mempertahankan diri itu menyisakan banyak masalah di kemudian hari, baik bagi pasangan maupun untuk diri sendiri. Maksudnya, ketika seseorang merespon defensif, bisa saja dianggap sebagai sebuah alasan saja. Kalaupun defensif itu bentuknya sebuah kebohongan, hal tersebut bisa menjadi bibit ketidakpercayaan bagi pasangan.

Hal lain adalah, kalaupun defensif itu berhasil meyakinkan pasangan, bagi pelakunya akan merasa bersalah di kemudian hari dan perasaan telah membohongi, tidak jujur dan bahkan sudah mengkhianati pasangan. Hal tersebut bisa menjadi hantu tersendiri yang akan terus mengusik hidupnya.

Bagaimana Bisa Keluar dari Kebiasaan Defensif?

Sebenarnya, setiap orang punya sisi kelemahan dan memiliki peluang berbuat salah, dan hal tersebut menunjukkan bahwa kita bukanlah makhluk yang sempurna. Namun tentu saja kita tidak bisa bersembunyi di balik kelemahan dan kekurangan tersebut. Biasanya, defensif berhubungan dengan serangan terhadap kelemahan dan kekurangan tersebut. Dalam konteks hubungan suami-istri, maka jalan terbaik adalah bagaimana kita menerima bentuk "serangan" tanda kutip tadi ya. 

Menerima bukan berarti pasrah, tapi bagaimana kita memberikan ruang untuk memikirkan ulang apa yang menjadi "serangan" tadi. Karena kalau kita defensif, apalagi dengan balik menyerang, inilah yang justru akan menimbulkan persoalan yang lebih besar. Hal tersebut justru menjadi pemicu konflik dan akan terus membesar. Menerima berarti kita mulai membuka diri dan memberi jalan kita berdiskusi.

Jadi menerima di sini jangan diartikan, lemah, tidak berdaya, tidak berani atau malah ketakutan. Karena kalau menerima diartikan hal-hal tadi, maka justru hal tersebut akan menimbulkan kecemasan demi kecemasan ketika tertimpa masalah. Menerima artinya, kita berusaha untuk obyektif melihat sebuah persoalan yang menjadi pangkal 'serangan" tadi.

Membangun hubungan suami istri hingga mencapai keharmonisan itu bukanlah jadi dalam semalam. Perjuangannya bukan dengan bim salabim, aba gadabra langsung jadi. Bisa jadi defensif muncul dalam kehidupan suami istri dan tentu nantinya akan menjadi sebuah pola bagaimana mengatasi banyak perbedaan. Tidak ada jaminan walaupun sudah puluhan tahun hubungan rumah tangga terus berjalan mulus, karena kalau tidak, kita tidak akan pernah mendengar orang berita orang berpisah di tengah jalan walaupun rumah tangganya sudah lebih dari belasan tahun. Dan salah satu cara untuk membangun rumah tangga yang baik, berusaha untuk tidak defensif dalam menghadapi persoalan.

Sikap defensif menjadi salah satu faktor penghambat komunikasi suami istri, karena ketimbang kita sibuk untuk berusaha membela diri, membangun berbagai alasan yang berusaha dibuat untuk pembenaran, lebih baik kita berusaha memahami apa yang menjadi pokok persoalan tadi. Di sinilah kita memahami apa arti peringatan, "Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah.  

Posting Komentar