Pentingnya reward dan punishment dalam mendidik anak
Di satu sisi, kita ingin anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, tahu mana yang baik dan mana yang salah. Tapi di sisi lain, kita juga tak ingin mereka hidup dalam ketakutan atau menjadi anak yang hanya bergerak jika ada imbalan. Lalu, bagaimana sebaiknya kita menempatkan reward atau hadiah dan punishment atau hukuman ini?
Pertama, mari kita bicara
soal reward atau hadiah.
Reward bukan sekadar hadiah
atau benda. Ia adalah bentuk pengakuan. Bisa berupa pujian, pelukan, senyuman,
atau waktu berkualitas bersama. Saat anak melakukan hal baik, membantu
membereskan mainan, jujur saat berbuat salah, atau belajar dengan tekun dengan
memberikan penghargaan kecil dari kita bisa menjadi penyemangat luar biasa
untuk di kemudian hari mengulanginya lagi.
Reward memupuk kebiasaan.
Tapi lebih dari itu, reward membangun rasa percaya diri. Anak merasa dilihat,
dihargai, dan dicintai. Tapi ingat, reward yang terlalu sering dan terlalu
besar justru bisa membuat anak bergantung pada hadiah. Ia belajar berbuat baik
bukan karena itu benar, tapi karena ingin sesuatu sebagai imbalannya.
Nah, sekarang mari kita bahas
tentang punishment, atau hukuman.
Kata ini memang berat. Tapi
dalam dunia pengasuhan, punishment bukan berarti kekerasan. Bukan bentakan,
bukan cubitan, apalagi kekerasan fisik. Punishment yang sehat adalah bentuk
konsekuensi yang logis dan mendidik.
Misalnya, ketika anak merusak
mainannya dengan sengaja, ia tidak dibelikan mainan baru selama seminggu.
Ketika ia menolak menyelesaikan tugas sekolah, waktu bermainnya berkurang. Jadi
tujuannya bukan untuk membuat anak takut. Tapi untuk mengajarkan bahwa setiap
tindakan punya konsekuensi.
Kita memang memberikan
kekebasan kenapa anak-anak kita, tapi juta perlu diketahui oleh anak bahwa
kebebasan harus dibarengi dengan tanggung jawab. Inilah pesan yang ingin kita
berikan kepada anak-anak kita. Makanya perlu kita memberikan batasan-batasan
yang jelas. Yang perlu diketahui oleh kita sebagai orang tua adalah kasih kita
kepada anak-anak akan jelas terlihat ketika kita bisa mengatakan “tidak” kepada
anak bila hal itu perlu dilakukan.
Kalau demikian, bagaimana
kita melihat antara reward dan punishment itu bisa diterapkan kepada anak-anak
kita? Kuncinya ada dalam keseimbangan. Yah, kita menyeimbangkan, karena reward
tanpa batas bisa membuat anak menjadi manja. Tapi sebaliknya punishment tanpa
kasih bisa membuat anak tertutup, dan bahkan terluka.
Tapi ketika keduanya
digunakan dengan kasih, dengan konsisten, dan dengan komunikasi yang terbuka, maka
baik reward maupun punishment tersebut akan menjadi alat bantu, bukan sebagai alat
pengendali.
Karena tujuan kita mendidik bukan mencetak anak yang patuh karena takut, atau hanya aktif karena dijanjikan hadiah, tapi anak-anak yang tumbuh dengan nilai. Anak-anak yang kelak tahu mana yang benar, bukan karena kita terus-menerus mengarahkan, tapi karena mereka sudah memilikinya dalam hati.
Akhirnya, sebagai orang tua
kita tak henti-hentinya untuk belajar bagaimana mendidik anak-anak kita dengan
konsisten dengan penerapan memberikan hadiah tapi juga memberikan hukuman
sebagai alat bantu untuk mendidik mereka. Dan seperti Amsal 29:17, Didiklah
anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita
kepadamu. Semoga!
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.