Pentingnya reward dan punishment dalam mendidik anak

Daftar Isi


Di satu sisi, kita ingin anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, tahu mana yang baik dan mana yang salah. Tapi di sisi lain, kita juga tak ingin mereka hidup dalam ketakutan atau menjadi anak yang hanya bergerak jika ada imbalan. Lalu, bagaimana sebaiknya kita menempatkan reward atau hadiah dan punishment atau hukuman ini?

Pertama, mari kita bicara soal reward atau hadiah.

Reward bukan sekadar hadiah atau benda. Ia adalah bentuk pengakuan. Bisa berupa pujian, pelukan, senyuman, atau waktu berkualitas bersama. Saat anak melakukan hal baik, membantu membereskan mainan, jujur saat berbuat salah, atau belajar dengan tekun dengan memberikan penghargaan kecil dari kita bisa menjadi penyemangat luar biasa untuk di kemudian hari mengulanginya lagi.

Reward memupuk kebiasaan. Tapi lebih dari itu, reward membangun rasa percaya diri. Anak merasa dilihat, dihargai, dan dicintai. Tapi ingat, reward yang terlalu sering dan terlalu besar justru bisa membuat anak bergantung pada hadiah. Ia belajar berbuat baik bukan karena itu benar, tapi karena ingin sesuatu sebagai imbalannya.

Nah, sekarang mari kita bahas tentang punishment, atau hukuman.

Kata ini memang berat. Tapi dalam dunia pengasuhan, punishment bukan berarti kekerasan. Bukan bentakan, bukan cubitan, apalagi kekerasan fisik. Punishment yang sehat adalah bentuk konsekuensi yang logis dan mendidik.

Misalnya, ketika anak merusak mainannya dengan sengaja, ia tidak dibelikan mainan baru selama seminggu. Ketika ia menolak menyelesaikan tugas sekolah, waktu bermainnya berkurang. Jadi tujuannya bukan untuk membuat anak takut. Tapi untuk mengajarkan bahwa setiap tindakan punya konsekuensi.

Kita memang memberikan kekebasan kenapa anak-anak kita, tapi juta perlu diketahui oleh anak bahwa kebebasan harus dibarengi dengan tanggung jawab. Inilah pesan yang ingin kita berikan kepada anak-anak kita. Makanya perlu kita memberikan batasan-batasan yang jelas. Yang perlu diketahui oleh kita sebagai orang tua adalah kasih kita kepada anak-anak akan jelas terlihat ketika kita bisa mengatakan “tidak” kepada anak bila hal itu perlu dilakukan.

Kalau demikian, bagaimana kita melihat antara reward dan punishment itu bisa diterapkan kepada anak-anak kita? Kuncinya ada dalam keseimbangan. Yah, kita menyeimbangkan, karena reward tanpa batas bisa membuat anak menjadi manja. Tapi sebaliknya punishment tanpa kasih bisa membuat anak tertutup, dan bahkan terluka.

Tapi ketika keduanya digunakan dengan kasih, dengan konsisten, dan dengan komunikasi yang terbuka, maka baik reward maupun punishment tersebut akan menjadi alat bantu, bukan sebagai alat pengendali.

Karena tujuan kita mendidik bukan mencetak anak yang patuh karena takut, atau hanya aktif karena dijanjikan hadiah, tapi anak-anak yang tumbuh dengan nilai. Anak-anak yang kelak tahu mana yang benar, bukan karena kita terus-menerus mengarahkan, tapi karena mereka sudah memilikinya dalam hati.

Akhirnya, sebagai orang tua kita tak henti-hentinya untuk belajar bagaimana mendidik anak-anak kita dengan konsisten dengan penerapan memberikan hadiah tapi juga memberikan hukuman sebagai alat bantu untuk mendidik mereka. Dan seperti Amsal 29:17, Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu. Semoga!

Posting Komentar