Validasi Orang Lain Penyemangat Tapi Validasi dari Diri Sendiri Akan Lebih Bertahan

Daftar Isi


Pernahkah kita merasa tidak cukup melakukan sesuatu, misalnya bekerja dan menghasilkan duit banyak, hanya karena tidak ada orang yang bilang kamu sebenarnya sudah cukup bahkan lebih dari cukup?

Atau pernahkah kamu merasa harus membuktikan diri terus-menerus, dengan sekuat tenaga, dan ternyata Ketika orang lain tidak memperdulikan, kita terus berusaha hanya supaya orang lain mengakui kita?

Kalau iya, rasanya banyak orang juga dalam kondisi seperti itu. Validasi itu sederhana.

Ia bukan soal pujian besar. Kadang cuma butuh seseorang yang berkata: “Aku mengerti persasaanmu.” Atau juga “Itu wajar kok kamu merasa seperti itu.” Dan bisa juga dalam bentuk ucapan, “Aku bangga padamu.”

Validasi adalah pengakuan dari orang lain, bahwa kita wajar, berharga, dan pantas. Dan sebagai makhluk sosial, kita memang butuh itu. Validasi dari orang lain sering kali jadi cermin kita mengenal diri sendiri.

Tapi masalahnya akan muncul saat kita menggantungkan seluruh penerimaan diri kita hanya karena adanya validasi dari luar diri kita. Pertanyaan besarnya adalah, bagaimana kalau ternyata validasi itu tidak juga muncul.

Saya pernah mengalami sendiri. Saat punya ide bagus tapi tak berani menyampaikan karena merasa siapa saya? Atau saat merasa disepelekan, padahal mungkin hanya perasaan saya sendiri. Rasa tidak diterima, tidak cukup, muncul bukan karena kenyataannya seperti itu, tetapi karena luka-luka lama yang belum sembuh. Mengapa semua bisa terjadi? Semua itu bermula dari tidak adanya validasi yang cukup: mungkin dari keluarga, atau dari lingkungan, dan bisa juga dari teman-teman, bahkan sahabat yang paling dekat.

Tapi ngomong-ngomong, memangnya salah kita menginginkan pengakuan orang lain? Tidak salah sih, kita menginginkan pengakuan. Tapi jika seluruh harga diri kita bertumpu pada komentar orang lain, maka kita akan mudah sekali runtuh. Kita akan mudah Lelah dan bahkan frustasi.

Seharusnya kita mulai belajar, bahwa validasi paling kuat adalah saat saya bisa berkata kepada diri sendiri: “Kamu berharga, meski tak semua orang tahu itu.” Atau juga kita bisa mengatakan, “Saya sudah cukup, meski hari ini belum sempurna.” Dan bahkan kita menyebutnya sebagai sebuah situasi yang dinamakan gagal, maka kita bisa mengatakan, “Gagal itu bukan aib. Itu bagian dari bertumbuh.”

Kita butuh belajar apa yang dinamakan self-validation, di mana memvalidasi diri itu bisa membuat diri kita sendiri menjadi merasa aman, dan nyaman. Dan di sana kit a tidak lagi berusaha dan perlu berpura-pura, tidak perlu membuktikan apa-apa, supaya ada validasi dari orang lain. Ini bukan tentang jadi egois. Ini tentang mengenal, menerima, dan menyayangi diri sendiri dan juju rapa adanya.

Jadi validasi dari luar tetap penting, kita tidak bisa menyepelekan. Tapi jangan sampai itu jadi satu-satunya sumber bahan bakar untuk kita punya semangat dan mau melakukan yang terbaik. Karena kalau kita hanya berjalan ketika ada yang memuji, bagaimana saat dunia sedang diam, bagaimana orang-orang yang ada di sekitar sunyi tak bersuara?

Hari ini, kita hanya ingin mengingatkan: kita ini berharga, meskipun belum semua orang tahu car akita bersinar. Terus melakukan yang terbaik tanpa harus menunggu semua orang bilang: “Kamu baik-baik saja, karyamu luar biasa.”

Karena kadang, suara paling penting yang kita tunggu adalah suara dari Dia yang mengatakan, “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Matius 25:23

Langkah-langkah Memvalidasi Diri Sendiri

Posting Komentar