Validasi Orang Lain Penyemangat Tapi Validasi dari Diri Sendiri Akan Lebih Bertahan
Pernahkah kita merasa tidak cukup melakukan sesuatu, misalnya bekerja dan menghasilkan duit banyak, hanya karena tidak ada orang yang bilang kamu sebenarnya sudah cukup bahkan lebih dari cukup?
Atau pernahkah kamu merasa harus membuktikan diri
terus-menerus, dengan sekuat tenaga, dan ternyata Ketika orang lain tidak
memperdulikan, kita terus berusaha hanya supaya orang lain mengakui kita?
Kalau iya, rasanya banyak orang juga dalam kondisi
seperti itu. Validasi itu sederhana.
Ia bukan soal pujian besar. Kadang cuma butuh
seseorang yang berkata: “Aku mengerti persasaanmu.” Atau juga “Itu wajar kok
kamu merasa seperti itu.” Dan bisa juga dalam bentuk ucapan, “Aku bangga
padamu.”
Validasi adalah pengakuan dari orang lain, bahwa kita
wajar, berharga, dan pantas. Dan sebagai makhluk sosial, kita memang butuh itu.
Validasi dari orang lain sering kali jadi cermin kita mengenal diri sendiri.
Tapi masalahnya akan muncul saat kita menggantungkan
seluruh penerimaan diri kita hanya karena adanya validasi dari luar diri kita.
Pertanyaan besarnya adalah, bagaimana kalau ternyata validasi itu tidak juga
muncul.
Saya pernah mengalami sendiri. Saat punya ide bagus
tapi tak berani menyampaikan karena merasa siapa saya? Atau saat merasa
disepelekan, padahal mungkin hanya perasaan saya sendiri. Rasa tidak diterima,
tidak cukup, muncul bukan karena kenyataannya seperti itu, tetapi karena
luka-luka lama yang belum sembuh. Mengapa semua bisa terjadi? Semua itu bermula
dari tidak adanya validasi yang cukup: mungkin dari keluarga, atau dari
lingkungan, dan bisa juga dari teman-teman, bahkan sahabat yang paling dekat.
Tapi ngomong-ngomong, memangnya salah kita
menginginkan pengakuan orang lain? Tidak salah sih, kita menginginkan
pengakuan. Tapi jika seluruh harga diri kita bertumpu pada komentar orang lain,
maka kita akan mudah sekali runtuh. Kita akan mudah Lelah dan bahkan frustasi.
Seharusnya kita mulai belajar, bahwa validasi paling
kuat adalah saat saya bisa berkata kepada diri sendiri: “Kamu berharga, meski
tak semua orang tahu itu.” Atau juga kita bisa mengatakan, “Saya sudah cukup,
meski hari ini belum sempurna.” Dan bahkan kita menyebutnya sebagai sebuah
situasi yang dinamakan gagal, maka kita bisa mengatakan, “Gagal itu bukan aib.
Itu bagian dari bertumbuh.”
Kita butuh belajar apa yang dinamakan self-validation,
di mana memvalidasi diri itu bisa membuat diri kita sendiri menjadi merasa
aman, dan nyaman. Dan di sana kit a tidak lagi berusaha dan perlu berpura-pura,
tidak perlu membuktikan apa-apa, supaya ada validasi dari orang lain. Ini bukan
tentang jadi egois. Ini tentang mengenal, menerima, dan menyayangi diri sendiri
dan juju rapa adanya.
Jadi validasi dari luar tetap penting, kita tidak bisa
menyepelekan. Tapi jangan sampai itu jadi satu-satunya sumber bahan bakar untuk
kita punya semangat dan mau melakukan yang terbaik. Karena kalau kita hanya
berjalan ketika ada yang memuji, bagaimana saat dunia sedang diam, bagaimana
orang-orang yang ada di sekitar sunyi tak bersuara?
Hari ini, kita hanya ingin mengingatkan: kita ini
berharga, meskipun belum semua orang tahu car akita bersinar. Terus melakukan
yang terbaik tanpa harus menunggu semua orang bilang: “Kamu baik-baik saja,
karyamu luar biasa.”
Karena kadang, suara paling penting yang kita tunggu adalah
suara dari Dia yang mengatakan, “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul
tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung
jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”
Matius 25:23
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.