Benar Bahwa Waktu Tak Akan Kembali, Tapi Kita Bisa Memaknainya

Table of Contents

Pernahkah Anda melihat foto lama entah itu di album atau yang dipampang di dinding yang bergambar wajah-wajah kita dulu. Mungkin kita sempat terdiam? Bukan hanya karena wajah kita atau orang yang ada di foto itu lebih muda… tapi karena kita ingat momen itu. Kita ingat rasa hangatnya. Kita ingat tawa yang ada di sana. Dan saat itu juga kita sadar… waktunya tidak akan kembali.

Waktu memang punya cara yang unik untuk berjalan. Ia tidak pernah menunggu kita siap. Ia tidak pernah berhenti supaya kita bisa mengulang momen yang indah. Waktu hanya terus berjalan. Dan yang bisa kita bawa hanyalah maknanya.

Di dunia Yunani kuno, waktu punya dua kata berbeda: Kronos dan Kairos. Kronos adalah waktu yang kita kenal sehari-hari. Waktu di jam, kalender, detik, menit, tahun. Kronos berjalan maju, dan tak pernah mundur. Kalau hari ini lewat… selesai sudah. Tidak bisa diulang.

Sementara Kairos adalah waktu yang berbeda. Ia bukan sekadar hitungan detik atau jam. Kairos adalah momen tepat, waktu yang sarat makna. Bukan diukur oleh panjangnya, tapi oleh kedalamannya.

Kita bisa menghabiskan satu jam (Kronos) di ruang tunggu perjalanan kereta, atau pesawat yang membosankan, dan tidak ada yang berarti. Tapi kita juga bisa hanya lima menit (Kairos) berbicara dari hati ke hati dengan orang yang kita sayangi, dan itu membekas seumur hidup.

Sehingga kita tahu mengapa waktu itu berharga? Di usia kita sekarang, 30-an, 40-an atau 50-an, kita mulai mengerti bahwa waktu itu bukan soal panjangnya. Banyak orang punya umur panjang… tapi memiliki sedikit momen bermakna. Sebaliknya, ada yang hidup singkat, tapi meninggalkan kenangan yang kuat.

Saya jadi ingat satu pepatah: “Waktu adalah uang.” Tapi semakin saya hingga seumur saya ini, saya merasa… pepatah itu kurang tepat. Karena uang bisa dicari lagi. Bagaimana dengan sang waktu? Tidak bisa diulang, dan tidak bisa dicari lagi yang sudah lewat. Yang kita bisa lakukan hanyalah memastikan setiap menit yang lewat, meninggalkan jejak.

Lalu bagaimana kitas memaknainya dengan waktu yang sudah lewat itu? Yah, kita memang tidak bisa kembali ke masa saat anak-anak masih kecil, duduk di pangkuan kita. Kita tidak bisa kembali ke awal pernikahan, saat semuanya serba hangat dan penuh semangat. Kita tidak bisa kembali ke masa muda, saat tenaga begitu melimpah.

Tapi, kita bisa membawa maknanya. Kita bisa membawa rasa syukur karena pernah punya momen-momen lama itu. Kita bisa membawa pelajaran dari kegagalan yang sudah lewat. Kita bisa membawa senyum, walau orang yang membuat kita tertawa dulu mungkin sudah tiada. Makna itulah yang membuat masa lalu kita tidak sia-sia.

Alkitab mengingatkan kita di Pengkhotbah 3, bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya: “Untuk lahir ada waktunya, untuk mati ada waktunya. Untuk menanam ada waktunya, untuk mencabut yang ditanam ada waktunya” Artinya, setiap musim hidup punya tujuan. Musim muda punya tujuannya. Musim tua pun punya tujuannya. Dan Tuhan bisa memakai setiap waktu, baik yang manis maupun yang pahit, untuk membentuk kita.

Yang sering kita lupa adalah… kita tidak diminta untuk memegang kendali atas panjangnya waktu. Kita hanya diminta untuk setia di momen yang kita punya sekarang. Itu sebabnya, saya percaya Tuhan ingin kita belajar mengubah Kronos menjadi Kairos. Mengubah setiap detik biasa… menjadi momen yang bermakna.

Bagaimana caranya? Kita perlu hadir sepenuhnya. Kalau sedang bersama keluarga, benar-benar hadir. Letakkan ponsel. Dengarkan. Rasakan. Beri makna pada hal kecil. Mengobrol lima menit dengan pasangan. Memeluk orang-orang yang kita kasihi. Menyapa tetangga. Itu bisa jadi Kairos yang mengubah hati kita. Bersyukurlah untuk hari ini. Karena besok belum tentu datang. Tapi hari ini bisa kita isi.

Kata Rasul Paulus di Efesus 5:15-16: “Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Yah, ayat ini mengingatkan kita: waktu memang tidak akan kembali. Tapi kita bisa mengisinya dengan hikmat, sehingga maknanya tetap kita bawa… bahkan sampai ke kekekalan.

Posting Komentar