Cara Orang Tua Belajar Melepas Anak Sedikit Demi Sedikit
Sebagai orang tua, khususnya ibu, sering kali kita merasa anak itu masih bayi saja. Walaupun dia sudah bisa lari, sudah bisa bicara dengan jelas, bahkan sudah bisa memilih baju yang dia suka, di mata kita dia tetap “si kecil”. Ada rasa ingin selalu menjaga, selalu dekat, dan selalu memastikan dia aman.
Tetapi, ada satu tantangan
besar yaitu, kapan kita belajar untuk melepaskan sedikit demi sedikit anak kita
itu? Melepas bukan berarti membiarkan anak tanpa pengawasan. Tetapi memberi
ruang baginya untuk mencoba, untuk merasakan, bahkan untuk sedikit gagal.
Karena dari sanalah ia belajar.
Kalau kita terlalu mengekang,
terlalu sering berkata “jangan”, “awas”, “tidak boleh”, anak bisa tumbuh dengan
rasa takut yang berlebihan. Ia akan terbiasa ragu, tidak percaya diri, dan
sulit mengambil keputusan.
Saya ingin memberi contoh
sederhana. Ada masa ketika anak saya ingin belajar naik sepeda roda dua.
Sebagai ibu, rasanya ngeri sekali. Dalam pikiran saya: bagaimana kalau jatuh?
bagaimana kalau terluka? bagaimana kalau dia tidak bisa dan bahkan pikiran buruk
muncul.
Tapi justru dari proses jatuh
bangun itu dia belajar seimbang, belajar percaya diri, dan belajar bahwa
kegagalan bukan akhir dari segalanya. Saya hanya perlu ada di dekatnya,
mengawasi, memberi semangat, bukan memegang setir terus-menerus. Nah, di sinilah
pergumulan kita sebagai orang tua Kristen, apakah kita membiarkan ketakutan
menguasai kita, atau mempercayakan anak-anak kita kepada Tuhan?
Mari kita ingat bahwa anak
bukan milik kita semata. Mereka adalah titipan Tuhan. Tugas kita bukan hanya
melindungi, tetapi juga menyiapkan mereka untuk mampu berjalan sendiri di masa
depan.
Kalau sejak kecil kita
biasakan mereka hanya “menurut” tanpa pernah diberi ruang, mereka bisa
kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keberanian. Sebaliknya, kalau kita
lepaskan dengan bijaksana, dengan batas, dengan pengawasan, dan dengan doa,
anak akan belajar bertanggung jawab atas dirinya.
Dan tentu saja, melepas itu
tidak mudah. Karena sering kali di balik rasa sayang, ada rasa takut. Takut
anak salah memilih teman, takut anak sakit hati, takut anak gagal. Tetapi
apakah kita mau membiarkan rasa takut itu membuat kita mengekang? Atau kita mau
mengubahnya menjadi doa dan penyerahan kepada Tuhan?
Saudara, anak bukan kecil
lagi. Mari kita belajar melepas sedikit demi sedikit. Biarlah mereka
mengeksplorasi, belajar dari pengalaman, dan menemukan jati dirinya. Kita tetap
mengawasi, tetap mendampingi, tetap memberi teladan. Tetapi bukan dengan belenggu
ketakutan, melainkan dengan kasih yang memerdekakan. Firman Tuhan dalam 2
Timotius 1:7 mengingatkan kita: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh
ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”
Jadi, mari kita berjalan
dengan kasih dan keberanian. Bukan mengekang, tapi mengarahkan. Bukan
menakut-nakuti, tapi membimbing. Karena dengan begitu, anak-anak kita akan
tumbuh menjadi pribadi yang kuat, berani, dan percaya diri, serta tahu bahwa
mereka selalu didukung, dikasihi, dan disertai Tuhan.

Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.