Kuda Troya dan Maknanya Adalah Bagaimana Kita Tetap Waspada
Saya ingin mengajak kita merenung bersama tentang satu kisah klasik yang mungkin sudah kita kenal sejak duduk di bangku sekolah, yaitu kisah Kuda Troya. Sebuah patung kuda kayu raksasa yang menjadi simbol kemenangan, tapi sekaligus juga kehancuran, karena musuh berhasil menyusup ke dalam benteng dengan menyamar lewat apa yang tampak sebagai hadiah.
Tapi mengapa saya bawa kisah mitologi ini dalam tema
kita hari ini? Karena saya percaya, dalam kehidupan kita dalam sebuah komunitas,
banyak sekali hal yang tampak baik, mulia, bahkan rohani… tapi sebenarnya bisa
saja menyimpan ancaman yang tersembunyi.
Dan tantangan paling berbahaya bukan yang datang dari
luar tembok persekutuan kita, kalau itu sebagai kpnteks Persekutuan, melainkan
yang menyusup dari dalam, persis seperti para prajurit Yunani di dalam Kuda
Troya.
Mari kita renungkan: Apakah persekutuan kita
benar-benar aman dari “kuda troya” rohani?
Dalam Perang Troya, bangsa Troya sudah bertahan selama
10 tahun. Mereka punya benteng yang kuat, pasukan yang tangguh, dan semangat
yang tinggi. Tapi mereka runtuh bukan karena diserbu dengan kekuatan, melainkan
karena ditipu lewat sesuatu yang kelihatan manis dan mengesankan, ya, bentuknya
patung kuda kayu yang katanya “persembahan kemenangan”.
Kadang, dalam komunitas rohani pun, kita terlalu
percaya diri dengan struktur, program, atau bahkan relasi yang tampaknya sehat.
Tapi apakah kita cukup berjaga-jaga terhadap apa yang masuk ke dalam hati dan
pikiran persekutuan kita?
Bentuk-bentuk “Kuda Troya” ini bisa bermacam-macam…
Bisa saja dalam bentuk ambisi pribadi yang dibungkus sebagai pelayanan.
Ada orang yang tampak giat, aktif, dan selalu
terlibat… tapi sebenarnya sedang membangun nama sendiri, bukan Kristus. Ini
seperti kuda indah yang membawa harapan, tapi menyimpan bahaya kesombongan dan
perpecahan. Sebuah Gambaran dari Kuda Troya tadi.
Dan berikutnya bisa dalam bentuk godaan relasi yang
tidak sehat. Ada juga godaan dalam bentuk perhatian yang berlebihan, kasih yang
menyimpang, bahkan hubungan yang tidak kudus… tapi dibungkus dalam aktivitas
pelayanan.
Tapi juga dalam bentuk pola pikir duniawi yang masuk
lewat pembenaran rohani. Seperti mengutamakan kenyamanan, sukses materi, atau
pengakuan sosial… lalu kita pakai ayat-ayat Alkitab untuk mendukungnya, padahal
maknanya kita bengkokkan.
Bangsa Troya menerima kuda kayu itu karena mereka
tidak punya kewaspadaan. Mereka tidak bertanya, tidak menyelidiki, tidak
curiga. Mereka hanya melihat penampilannya dan berpikir itu hadiah, bukan
ancaman.
Dalam kehidupan rohani, Rasul Paulus pun mengingatkan
kita untuk tidak mudah percaya pada segala roh, tapi mengujinya (1 Yohanes
4:1). Tidak semua yang terdengar rohani itu berasal dari Tuhan. Jangan sampai
kita menjadi komunitas yang “pintar mengatur program, tapi lengah dalam
pengujian rohani.”
Akhirnya apa yang bisa kita lakukan? Latihlah hati dan
pikiran kita untuk peka pada firman, bukan hanya pada suasana. Jangan
terburu-buru menyambut “hadiah” sebelum tahu isinya. Berikutnya berdoa dan
berjaga-jaga. Tuhan Yesus berkata di Taman Getsemani: "Berjaga-jagalah dan
berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan." (Matius 26:41)
Kita tidak bisa menghentikan semua itu datang termasuk
dalam bentuk Kuda Troya. Tapi kita bisa memilih untuk tidak membuka gerbang. Jangan
biarkan kuda troya masuk hanya karena kita suka tampilannya. Tanyakan: “Apakah
ini sejalan dengan kebenaran firman Tuhan? Apakah ini membawa Kristus semakin
nyata, atau justru menjauhkan kita dari-Nya?”
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.