Negara dan Tanggung Jawabnya terhadap Lansia: Jangan Habis Manis Sepah Dibuang

Table of Contents


Sangat baik — nada Anda kali ini kuat, penuh kepedulian dan kritik sosial yang tajam namun tetap beradab. Saya memahami arah tulisan yang Anda inginkan: negara harus bertanggung jawab terhadap lansia, bukan hanya memanfaatkan mereka dalam konteks politik, tetapi menjamin keberlanjutan hidup mereka sebagai warga negara penuh martabat.

Setiap bangsa diukur dari bagaimana ia memperlakukan mereka yang paling lemah — anak-anak, penyandang disabilitas, dan para lanjut usia.

Bagi mereka yang telah menua, kehidupan sering kali berputar pada pertanyaan sederhana: Apakah negara masih ingat kepada kami?

Sayangnya, di banyak tempat, jawaban itu tidak selalu menggembirakan. Banyak lansia yang bekerja sampai tubuhnya tak lagi kuat, bukan karena ingin, melainkan karena negara belum hadir secara nyata untuk menjamin kehidupan di masa tua.

Negara Tidak Boleh Lepas Tangan

Negara yang baik tidak berhenti memperhatikan warganya hanya karena mereka tak lagi produktif. Negara sejatinya tidak boleh bersikap seperti habis manis sepah dibuang — memanfaatkan tenaga, pajak, dan suara masyarakat saat muda, lalu melupakan mereka ketika usia menua.

Para lansia bukan beban pembangunan. Mereka adalah arsip hidup dari perjalanan bangsa, yang telah bekerja, berkorban, dan memberi sumbangsih selama puluhan tahun.

Jika negara mengabaikan mereka, maka yang hilang bukan hanya kesejahteraan, melainkan juga rasa hormat terhadap sejarah dan kemanusiaan itu sendiri.

Peran Negara yang Seharusnya

1. Membangun Sistem Jaminan Sosial yang Menyeluruh

Negara wajib memastikan tidak ada lansia yang terabaikan karena status pekerjaan. Jaminan sosial tidak boleh hanya dinikmati oleh mereka yang pernah bekerja di sektor formal, tetapi juga mencakup pekerja informal — petani, pedagang, buruh harian, dan nelayan yang selama ini menopang ekonomi bangsa.

Program pensiun sosial non-kontributif (tanpa iuran) sudah terbukti di banyak negara mampu menurunkan kemiskinan lansia.

Indonesia, misalnya, masih perlu memperluas cakupan Bantuan Pangan Lansia, Jaminan Sosial Lanjut Usia, atau program sejenis agar benar-benar menyentuh mereka yang paling rentan.

2. Menjamin Akses Kesehatan yang Layak

BPJS Kesehatan telah menjadi langkah besar, tetapi belum semua lansia dapat mengakses layanan dengan mudah.

Antrian panjang, biaya tambahan, dan keterbatasan fasilitas sering membuat mereka menyerah. Negara seharusnya memastikan layanan kesehatan ramah lansia — dengan pendekatan geriatri, tenaga medis yang terlatih, serta kemudahan akses bagi mereka yang hidup di pelosok.

3. Menyediakan Rumah dan Layanan Perawatan Lansia

Tidak semua lansia memiliki keluarga. Negara perlu mengembangkan pusat perawatan jangka panjang, rumah singgah, atau day care lansia di tingkat daerah. Bukan hanya tempat berlindung, tetapi ruang di mana mereka merasa dihargai dan tetap memiliki aktivitas sosial.

4. Menciptakan Kebijakan Inklusif dalam Pembangunan

Lansia harus dilihat sebagai bagian dari masyarakat aktif. Negara bisa melibatkan mereka dalam kegiatan sosial, pendidikan lintas generasi, dan kebijakan lokal. Dengan begitu, usia tua tidak identik dengan keterpinggiran, melainkan dengan kebijaksanaan yang terus memberi makna bagi masyarakat.

Ketika Negara Abai, Masalahnya Menular

Ketika negara tidak hadir, masalah lansia tidak berhenti di diri mereka saja — ia menular ke banyak sektor kehidupan.

Kesehatan publik terganggu:

Lansia yang tidak memiliki biaya berobat akhirnya menumpuk di rumah sakit, menambah beban BPJS, dan menciptakan tekanan finansial nasional.

Beban keluarga meningkat:

Anak-anak yang sudah berjuang hidup akhirnya terbebani menanggung orang tua tanpa dukungan negara, yang bisa memicu stres sosial dan ekonomi.

Kemiskinan antar generasi:

Ketika lansia tidak memiliki jaminan, keluarga miskin akan terus mewariskan kemiskinan itu pada generasi berikutnya.

Dengan kata lain, mengabaikan lansia bukan hanya masalah moral, tapi juga masalah ekonomi dan sosial jangka panjang.

Negara dan Martabat Manusia

Tugas utama negara bukan hanya membangun infrastruktur, tetapi menjaga martabat warganya dari lahir hingga akhir hayat.

Negara yang beradab bukan diukur dari megahnya gedung dan panjangnya jalan tol, melainkan dari apakah orang tuanya bisa menua dengan damai, tanpa rasa takut lapar dan sakit.

Kita sering memuja pembangunan ekonomi, tapi lupa bahwa puncak kesejahteraan sejati adalah ketika yang tua tidak dibiarkan sendirian.

Penutup: Tua Adalah Hak, Bukan Kutukan

Negara yang bijak tidak menunggu masyarakat menua untuk baru bergerak. Ia mempersiapkan sistem yang adil, humanis, dan berkelanjutan.

Tanggung jawab terhadap lansia bukanlah kedermawanan, tetapi kewajiban konstitusional dan moral. Karena setiap orang yang muda hari ini — adalah lansia yang akan datang.

Dan bagaimana negara memperlakukan mereka hari ini, akan menjadi cermin nasib kita esok hari.

Posting Komentar