[Tanpa judul]
Pernah nggak sih kamu merasa tenang-tenang saja dalam hidup, dalam pelayanan, atau dalam pekerjaan Rohani, semuanya berjalan biasa, tanpa tantangan berarti? Kita melayani dengan cara yang sama, berbuat baik dengan cara yang sama, dan merasa, “Ya, segini juga sudah cukup.”
Lalu, tiba-tiba muncul seseorang, yang ternyata punya
semangat lebih besar, ide lebih segar, atau cara yang lebih menarik dalam
melayani. Nah, di saat seperti itu, perasaan kita mulai terusik. Mungkin ada
yang mulai membandingkan, ada yang mungkin iri, atau bahkan diam-diam bertanya
dalam hati, “Kenapa ya, dia bisa lebih menonjol dari aku?” Atau juga, “Kenapa
jemaat atau orang-orang lebih mendengarkan dia daripada aku?”
Dan tanpa sadar, muncullah “kompetitor”. Sebuah kata
yang di dunia rohani kadang terasa tabu, seolah tidak pantas. Tapi benarkah
begitu?
Sebenarnya, kalau kita mau jujur, dunia rohani pun
tidak bebas dari persaingan. Hanya saja, bentuknya berbeda. Persaingan dalam
dunia rohani bukanlah untuk menjatuhkan orang lain, tapi untuk mendorong diri
sendiri bertumbuh.
Dalam Roma 12:10 tertulis, “Hendaklah kamu saling
mendahului dalam memberi hormat.” Atau dalam versi lain disebutkan, “Berlomba-lombalah
dalam menunjukkan kasihmu.” Nah, ini menarik ya.
Alkitab sendiri mengajak kita berlomba-lomba, tapi
bukan dalam hal popularitas, bukan untuk jadi yang paling benar, melainkan
berlomba dalam kebaikan, dalam kasih, dalam ketulusan. Jadi, ternyata bukan
kata “kompetisi”-nya yang salah. Tapi yang perlu dijaga adalah arah dan
motivasinya.
Saya ingat satu pengalaman pribadi. Dulu, ketika
pelayanan yang saya lakukan berjalan stabil, semuanya terasa lancar. Saya
berpikir, “Ya, ini tandanya Tuhan memberkati. Aman.” Selesai, tidak ada yang
perlu dipertanyakan. Tapi, sampai pada suatu saat, muncul pelayanan baru, dengan
semangat muda, ide segar, dan cara yang sangat kreatif.
Awalnya, saya senang. Tapi lama-lama, jujur, ada rasa
tidak nyaman juga. “Apakah pelayananku sudah tidak relevan?” Atau juga, “Apakah
aku mulai ketinggalan?” Dan di situlah saya sadar, kompetitor bisa menjadi
cermin yang jujur.
Ia menyingkap bagian diri kita yang diam-diam terlena.
Mungkin bukan iri sebenarnya, tapi takut kehilangan kenyamanan. Padahal, justru
di titik itu Tuhan sedang berbicara, “Aku ingin kamu bertumbuh. Aku ingin kamu
tidak berhenti di sini.”
Bayangkan kalau tidak pernah ada kompetitor. Tidak ada
orang lain yang menantang cara kita melayani, berpikir, atau berbuat baik. Bukankah
kita akan berjalan di tempat? Kompetitor bisa jadi seperti “angin rohani” yang
membuat layar perahu iman kita kembali mengembang. Ia memaksa kita keluar dari
zona nyaman dan kembali mengingat untuk siapa kita sebenarnya berjuang.
Rasul Paulus menggunakan gambaran ini dengan sangat
indah. Dalam 1 Korintus 9:25 ia menulis, “Setiap orang yang turut mengambil
bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal.” Bagi Paulus,
hidup rohani itu seperti pertandingan. Ada semangat, ada latihan, ada
perjuangan, ada konsistensi. Tapi bedanya, pertandingan rohani bukan tentang
mengalahkan orang lain, melainkan menguasai diri sendiri. Kompetitor kita yang
sesungguhnya bukanlah orang lain, melainkan versi diri kita yang kemarin.
Kadang kita lupa, bahwa di dalam pelayanan, setiap
orang punya lintasan lomba masing-masing. Ada yang berlari cepat, ada yang
berlari perlahan. Ada yang start lebih awal, ada yang baru mulai sekarang. Dan
semua tetap sah, karena Tuhanlah yang menjadi Hakim dan penilai utama.
Jadi, kalau ada orang lain yang tampak “lebih
berhasil” dalam hal-hal rohani, jangan buru-buru iri. Mungkin Tuhan sedang
menunjukkan contoh agar kita belajar. Kita tidak perlu meniru sepenuhnya, tapi
bisa mengambil inspirasi.Dengan begitu, hati kita tetap tenang, dan motivasi
kita tetap murni.
Lucunya, dalam dunia rohani, semakin kita berlomba
dalam kasih, semakin erat pula persekutuan yang terbentuk. Kebaikan itu menular.
Ketika satu orang mulai menyalakan semangat, yang lain ikut terbakar
semangatnya juga. Dan akhirnya bukan lagi soal siapa yang terbaik, tapi
bagaimana semuanya bertumbuh bersama.
Saya suka sekali kalimat Paulus di 2 Timotius 4:7, “Aku
telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, dan
aku telah memelihara iman.” Ayat ini seperti menegaskan bahwa setiap orang
punya lintasan lomba yang unik, dan kemenangan sejati bukanlah mengalahkan
orang lain, tapi setia sampai akhir dengan panggilan yang Tuhan berikan.
Kalau kita bisa menanggapi kehadiran kompetitor dengan
hati yang lapang, mereka bisa menjadi guru terbaik bagi kita. Mereka
menunjukkan cara lain untuk melayani, cara lain untuk berbuat baik, bahkan cara
lain untuk menyampaikan kasih Tuhan. Kadang mereka datang hanya untuk
mengingatkan bahwa masih ada banyak cara untuk memuliakan Tuhan, bukan hanya
cara kita sendiri.
Kita tidak perlu takut kehilangan peran. Justru,
semakin banyak orang yang melayani, semakin luas pula karya Tuhan bisa
menjangkau dunia ini. Jadi, kalau muncul kompetitor dalam pelayanan, jangan
buru-buru menutup diri. Lihatlah mereka sebagai rekan satu lomba yang membantu
kita berlari lebih baik.
Teman-teman, dunia rohani memang bukan tempat untuk
saling menjatuhkan. Tapi bukan berarti kita berhenti berlomba. Justru di
sanalah kita dipanggil untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, dalam kasih, dalam
pelayanan, dan dalam kesetiaan. Mungkin kompetitor membuat kita gelisah di
awal. Tapi percayalah, bila disikapi dengan hati yang benar, mereka akan
membuat kita tumbuh, bukan karena ingin mengalahkan mereka, tapi karena ingin
memberikan yang terbaik bagi Tuhan.
Jadi, kalau hari ini kamu merasa terusik oleh
kehadiran seseorang yang tampaknya “lebih unggul”, jangan kecil hati. Mungkin
Tuhan sedang mengingatkan, “Bangkitlah, Aku ingin kamu berlari lagi.” Berlari
bukan untuk menang dari mereka, tapi berlari untuk memuliakan Tuhan dengan
seluruh potensi yang ada padamu. Sebab seperti kata Paulus, “Aku telah
mengakhiri pertandingan yang baik.”
Dan semoga suatu hari nanti, ketika garis akhir tiba, kita pun bisa berkata hal yang sama, dengan damai, dengan senyum, dan dengan hati yang penuh syukur.
Posting Komentar
Karena saya percaya pengalaman Anda adalah berharga bagi keluarga lainnya.