Hentikan Siklus Lupa! Menagih Janji Pemerintah Pasca Bencana Ekologis Sumatera

Table of Contents


Bencana banjir dan longsor telah merenggut nyawa di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Artikel ini adalah seruan kritis kepada pemerintah: Jangan lupakan janji pemulihan, cabut izin perusak, dan hentikan siklus bencana akibat deforestasi. Menagih Komitmen Negara! Banyak keluarga hancur, terpisah. Ada anak dan istri hilang, suami meninggal dan kepedihan-kepedihan yang tiada tara. 

Kita di tempat yang aman, tidak bisa merasakan kepedihan mereka, tapi mereka telah menjadi korban dari keserakahan yang dibiarkan terus berlangsung di negeri ini. Sudah seharusnya, pemerintah serius menangani hal ini, bukan hanya seperti janji kampanye, akan melakukan perbaikan, setelah semuanya selesai, semuanya normal, kita kembali dengan mode awal.

I. Tragedi yang Berulang: Menghitung Korban di Balik Bencana

Duka kembali menyelimuti Bumi Sumatera. Banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah memakan korban jiwa yang tak sedikit, meninggalkan trauma dan kerugian ekonomi yang mendalam.

Setiap kali bencana melanda, kita menyaksikan pola yang sama: kehadiran para menteri, janji untuk menghentikan pengrusakan, komitmen untuk mereboisasi, dan pernyataan duka. Namun, begitu air surut dan kamera media berpindah, komitmen itu perlahan memudar.

Artikel ini adalah seruan keras agar pemerintah tidak kembali jatuh dalam lubang yang sama: Siklus disaster-response-forget-repeat yang mematikan. Rakyat menuntut perlindungan yang permanen, bukan janji-janji musiman.

II. Bencana Ekologis: Bukan Murni Salah Alam!

Akar Masalah: Alih Fungsi Hutan dan Gelondongan Kayu

Narasi publik seringkali bersembunyi di balik faktor cuaca ekstrem seperti anomali Siklon Tropis. Ya, curah hujan ekstrem adalah pemicu langsung. Namun, curah hujan hanya menjadi katalis yang menguji daya dukung lingkungan.

Fakta di lapangan menunjukkan peran besar manusia: penemuan gelondongan kayu yang hanyut saat banjir bandang membuktikan bahwa bencana ini adalah Bencana Ekologis.

Seperti yang telah lama diperingatkan WALHI, bencana ini adalah akumulasi dari:

 * Deforestasi masif di kawasan hulu.

 * Ekspansi Perkebunan Sawit di kawasan yang seharusnya menjadi hutan lindung.

 * Aktivitas Pertambangan Ilegal (PETI) dan galian C yang merusak struktur tanah di lereng-lereng curam dan sempadan sungai.

Kegagalan Reboisasi Indonesia

Kita telah diajarkan bahwa reboisasi adalah solusinya. Tetapi ironisnya, hutan semakin sempit, sementara program penanaman kembali dan rehabilitasi lahan (Reboisasi) seolah hanya proyek yang bising di awal, lalu senyap di akhir. Kegagalan Reboisasi Indonesia berarti hilangnya benteng alami terakhir kita melawan banjir dan longsor.

III. Seruan Kritis: Janji Pemulihan Bukan Sekadar Kampanye

Pemerintah harus menyadari, Menagih Komitmen adalah hak rakyat, dan melindungi rakyat dari ancaman bencana adalah kewajiban konstitusional negara. Jika komitmen hanya bertahan di atas desakan emosional sesaat, maka pola ini akan terus berlangsung, dan korban akan terus berjatuhan.

Untuk memutus siklus ini, janji pasca-bencana harus diubah menjadi tindakan hukum dan kebijakan permanen yang terukur:

1. Audit dan Cabut Izin Secara Tegas

Janji untuk menghentikan pengrusakan alam harus dimulai dari meja perizinan. Pemerintah harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin usaha di kawasan hulu Sumatera, khususnya izin perkebunan dan pertambangan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung atau kawasan rawan bencana.

Cabutlah izin yang terbukti merusak. Ini adalah langkah pencegahan paling efektif dan fundamental.

2. Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu

Tidak boleh ada impunitas. Perlu ada penegakan hukum yang kuat terhadap korporasi atau individu yang terbukti melanggar UU Lingkungan Hidup dan menyebabkan kerugian ekologis yang masif. Hukum harus menjadi efek jera, bukan sekadar formalitas yang mudah diabaikan.

3. Implementasi Reboisasi yang Berkelanjutan

Program Reboisasi harus dijalankan dengan jenis tanaman lokal yang sesuai dengan ekosistem (bukan monokultur industri), dan disertai pengawasan jangka panjang. Libatkan dan berikan otoritas penuh kepada masyarakat adat dan komunitas lokal (Perhutanan Sosial) sebagai garda terdepan penjaga hutan, karena merekalah pihak yang paling berkepentingan.

IV. Penutup: Melindungi Rakyat, Menyelamatkan Negeri

Bencana yang terjadi di Sumatera adalah pengingat pahit bahwa ancaman terbesar bagi rakyat Indonesia saat ini bukan hanya datang dari luar, tetapi dari dalam, akibat perusakan lingkungan yang dilegalkan dan dibiarkan.

Pola Lupa harus dihentikan. Janji-janji yang diucapkan di tengah duka harus menjadi undang-undang yang ditegakkan, bukan hanya penghibur sementara. Rakyat menanti komitmen sejati dari pemerintah untuk melindungi nyawa warganya dengan cara paling mendasar: menjaga alam agar tetap mampu menjaga kita.

Posting Komentar